Jakarta, mu4.co.id – Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dzulfikar Ahmad Tawalla buka suara menanggapi penolakan izin penggunaan lapangan fasilitas umum (fasum) dipakai shalat Idul Fitri 1444 H mendahului jadwal pemerintah.
Diketahui, penolakan izin itu datang dari dua kepala daerah, Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid dan Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi. Afzan Arslan Djunaid dan Achmad Fahmi sempat tak memberikan izin pelaksaan shalat Idhul Fitri mendahului jadwal pemerintah. Hal itu disampaikan melalui surat resmi kepala daerah.
“Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah sangat menyayangkan penolakan/pelarangan terhadap penggunaan lapangan untuk pelaksanaan Shalat Idul Fitri oleh Pemkot Pekalongan berdasarkan surat, 5 April 2023 tentang Jawaban atas Permohonan Ijin Penggunaan Tempat dengan nomor surat : 400.8/ 1335 dan surat serupa dari Walikota Sukabumi,” kata Dzul Fikar Ahmad Tawalla kepada wartawan Senin (17/4/2023).
Dzul Fikar menilai, apa yang telah dilakukan oleh kedua Pemerintah Kota tersebut bukan hanya inkonstitusional tetapi juga menunjukkan kemunduran demokrasi dan intoleran.
Bahkan, kata Dzul Fikar, sikap dua wali kota itu dapat menjadi pemicu disintegrasi bangsa di negeri yang tegas dengan pandangan hidup Bhineka Tunggal Ika.
“Pemerintah daerah bukan hanya harus menjunjung nilai dan norma kehidupan beragama namun juga harus menjadi yang terdepan sebagai benteng bagi demokrasi dan nilai toleransi beragama dan antar umat beragama,” tegasnya.
Dzul Fikar mengingatkan pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 menyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
“Kita selalu mendengungkan semangat moderasi beragama agar semua anak bangsa yang terdiri dari lintas agama, suku, ras, dan golongan bisa hidup berdampingan secara damai,” kata Dzul Fikar.
Lebih lanjut dikatakannya, dengan terciptanya kerukunan, persaudaraan, dan kebersamaan menjadi kunci pembangunan bangsa yang pluralistik dan heterogenistik ini.
Menurut Dzul Fikar, moderasi beragama dan berbangsa bukan sekadar pilihan, melainkan kewajiban bersama untuk merajutnya.
“Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dengan tegas menolak setiap upaya yang dilakukan untuk mengoyak moderasi dan toleransi yang sudah dirajut bersama selama ini, maka kepada kedua Pemerintah Kota tersebut bukan hanya sekedar meminta maaf namun juga mencabut surat tersebut dan berkomitmen untuk bersama menjaga kedaulatan bangsa ini,” kata Dzul Fikar. [tajdid.id]