Media Berkemajuan

27 Juli 2024, 12:37

Tanggapan Haedar Nashir Terhadap Pejabat Daerah yang Menolak Izin Penggunaan Fasilitas Umum Untuk Sholat Ied 1444 H

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si menanggapi maraknya penolakan izin sholat Ied di fasilitas umum [Foto: kompas.id]

Jakarta, mu4.co.id – Maraknya penolakan izin shalat ied oleh otoritas daerah di sejumlah tempat, ramai diperbincangkan saat ini.

Menyikapi hal tersebut ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir memberikan tanggapan dan menegaskan di tengah perbedaan penetapan waktu Hari Raya Idulfitri 1444 H, negara harus hadir secara adil dan ihsan.

Lebih-lebih dalam urusan keagamaan, jangan sampai terjadi rezimentasi agama di tubuh negara ini.

“Lebaran Idulfitri boleh berbeda, tetapi kita bisa bersama merayakan dan melaksanakannya. Kalau besok ada perbedaan itu adalah hal yang lumrah karena ini soal ijtihad, sampai nanti kita bersepakat ada kalender Islam global,” kata Haedar di UMS, Ahad (16/4/2023)

Guru Besar Sosiologi ini menyatakan, penggunaan satu lokasi untuk Salat Ied yang berbeda hari tidak membatalkan salah satu diantara keduanya.

Bahkan, lanjut Haedar, lokasi tersebut mendapat keberkahan dua kali lipat karena digunakan untuk Salat Ied dua kali.

“Kalau misalkan tidak memberi fasilitas yang selama ini digunakan menjadi milik negara untuk yang berbeda seperti besok Muhammadiyah lebaran 21 (April 2023), tidak perlu bikin larangan. Syukur lebih kalau silahkan gunakan, hari ini digunakan Muhammadiyah, besok digunakan tanggal 22,” paparnya.

Baca juga: PP Pemuda Muhammadiyah: Penolakan Izin Fasum untuk Salat Ied menunjukkan kemunduran demokrasi dan Intoleran

Terkait dengan permintaan Muhammadiyah di salah satu daerah untuk izin penggunaan fasilitas negara sebagai tempat Salat Ied, Haedar mengatakan itu bukan karena Muhammadiyah tidak memiliki fasilitas sendiri, tapi Muhammadiyah ingin menegaskan bahwa fasilitas negara adalah milik seluruh golongan dan rakyat.

“Biasanya kita juga punya fasilitas-fasilitas, tapi bukan itu. Kami bisa menyelenggarakan di tempat kami. Tapi yang kami inginkan adalah negara, pemerintah dengan segala fasilitasnya itu milik seluruh golongan dan rakyat,” tegas Haedar.

Terkait pandangannya itu, Muhammadiyah sama sekali tidak menuntut lebih.

Baca juga: Abdul Mu’ti Tegaskan Salat Idulfitri di Lapangan Tidak Hanya Untuk Warga Muhammadiyah Tetapi Untuk Seluruh Umat Islam

Mengutip perkataan Presiden Pertama Indonesia, Soekarno dalam Pidato 1 Juni, Haedar menyebut bahwa Indonesia bukan milik satu orang, satu golongan, hanya golongan bangsawan saja, tapi Indonesia milik semua untuk semua.

“Lebih dari itu, mari kita bangun bangsa ini menjadi lebih maju. Kalau persoalan-persoalan tadi itu kan persoalan rumah tangga kita berbangsa dan bernegara, ada dinamikanya tidak perlu didramatisasi,” ungkapnya.

“Tapi yang tidak kalah penting adalah, bisakah bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan alamnya yang kaya raya. Ke depan kita manajemen dengan baik sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa dalam spirit berkemajuan,” pungkasnya. [Fajar.co.id]

[post-views]
Selaras