Jakarta, mu4.co.id – Tiga kader Muhammadiyah mendatangi Bareskrim Mabes Polri pada hari ini, Selasa (9/5/2023).
Mereka menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus ujaran kebencian dan ancaman pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah yang diduga dilakukan peneliti BRIN Andi Pangerang (AP) Hasanuddin.
Kedatangan mereka setelah penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri memanggilnya sebagai saksi untuk dimintai keterangan terkait kasus tersebut.
Baca juga: Tiga Kader Muhammadiyah Datangi Mabes Polri Bersaksi Dalam Kasus AP Hasanuddin
Salah satu kader Muhammadiyah itu tak lain adalah Ismail fahmi, Pegiat Media Sosial dan Pendiri Drone Emprit sekaligus Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
“Saya hadir ke polisi, dipanggil sebagai saksi, masih ada dua saksi lagi hari ini,” kata Ismail Fahmi, Selasa (9/5).
Adapun dua saksi lainnya adalah Mashuri Mashuda selaku Sekretaris Majelis Wakaf PP Muhammadiyah yang diperiksa penyidik Bareskrim Polri pukul 13.00 WIB.
Sedangkan Ma`mun Murod selaku Wakil Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah diperiksa pada pukul 14.00 WIB.
Baca juga: Ma’mun Murod Ditanya 18 Pertanyaan oleh Penyidik Terkait Kasus AP Hasanuddin
Ismail mengatakan, dirinya mengisi berita acara pemeriksaan (BAP) di Bareskrim Polri sejak sekira pukul 09.00 hingga11.00 WIB.
“Ada 18 pertanyaan, di antaranya fokus pada laporan Muhammadiyah tentang ujaran kebencian (terhadap AP Hasanuddin -red) di sosial media,” ujar Ismail.
Ia berharap proses hukum terhadap AP Hasanuddin bisa sampai ke tahap pengadilan.
Sebelumnya, AP Hasanuddin telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan ujaran kebencian dan pengancaman warga Muhammadiyah.
Polisi menilai AP Hasanuddin melanggar Pasal 25 a Ayat 2 jo Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
UU ini dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Kemudian Pasal 45 b jo Pasal 29 Undang-Undang ITE dengan ancaman penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 750 juta. (kompas.tv)