IKN, mu4.co.id – Terdapat dugaan bahwa tahun ini akan ada larangan bagi petugas Paskibraka Muslimah untuk menggunakan jilbab. Terlihat saat pengukuhan Paskibraka di Ibu Kota Negara, Selasa (12/8), dimana anggota delegasi yang sebelumnya mengenakan jilbab, namun saat pengukuhan tidak mengenakannya.
Hal ini dianggap tidak wajar karena selama ini petugas Paskibraka Muslimah diperbolehkan untuk berjilbab.
Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Pusat, Irwan Indra, yang merupakan perwakilan Sumatra Utara dalam pasukan Paskibraka tahun 2001.
“Saat itu sudah dibolehkan berjilbab di daerah. Di nasional sudah sejak 2002. Dulu zaman Orde Baru memang tak boleh,” ucap Irwan dikutip dari Republika, Kamis (15/8).
“Kami tidak pernah memaksakan keyakinan adik-adik, baik yang pakai jilbab maupun yang enggak pakai jilbab. Anggota yang enggak pakai jilbab enggak pernah kita paksakan untuk pakai jilbab, (demikian pula) yang pakai enggak pernah kita paksakan suruh lepas. Itu sampai 2021,” ungkap Irwan.
“Kemudian 2022 pindah ke BPIP juga masih belum ada hal yang seperti ini. Baru kemarin kami kaget di 2024 ini pada saat pengukuhan baru kelihatan,” tambahnya.
Irwan juga pernah berperan sebagai pembina Paskibraka sejak 2016, ketika pembinaan tersebut masih berada di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga. Namun, sejak 2022 tanggung jawab pembinaan beralih ke Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Sementara itu, 18 dari 76 delegasi Paskibraka 2024 yang akan mengibarkan bendera pusaka di IKN, Kalimantan Timur pada 17 Agustus 2024, diduga diharuskan melepas jilbab mereka. Padahal, para delegasi ini telah mengenakan jilbab sejak SD hingga SMP, bahkan mereka masih memakainya saat datang ke pusat latihan hingga gladi.
Namun, menurut pantauan mu4.co.id pada akun Instagram resmi BPIP, anggota Paskibraka yang melepaskan jilbab saat pengukuhan kemudian kembali memakai jilbabnya setelah pengukuhan dan melakukan gladi bersih di Halaman Istana Negara Nusantara pada Rabu (13/8). Hal ini membuat muncul dugaan larangan memakai jilbab. Lantas, bagaimanakah tanggapan MUI dan Muhammadiyah?
Tanggapan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
MUI menilai bahwa keputusan BPIP yang melarang Paskibraka menggunakan jilbab adalah langkah yang tidak bijaksana, tidak adil, dan tidak beradab.
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis menyatakan bahwa kebijakan tersebut juga menunjukkan ketidakpatuhan dan pelanggaran BPIP terhadap konstitusi dan Pancasila.
“BPIP ini tak patuh, melanggar aturan konstitusi dan Pancasila. Buat apa bikin aturan melepas jilbab saat upacara saja. Sungguh ini aturan dan kebijakan yang tak bijak, tak adil dan tak beradab,” tegasnya.
“BPIP telah melanggar aturan BPIP sendiri yaitu Peraturan BPIP RI Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Bab VII Tata Pakaian dan Sikap Tampang Paskibraka,” lanjutnya.
Cholil menjelaskan dalam poin tersebut tertera tentang kelengkapan dan atribut Paskibraka, sebagai berikut:
- Setangan leher merah putih;
- Sarung tangan warna putih;
- Kaos kaki warna putih;
- Ciput warna hitam (untuk putri berhijab);
- Sepatu pantofel warna hitam sebagaimana gambar di bawah;
- Tanda Kecakapan/Kendit (dikenakan saat pengukuhan Paskibraka).
Namun, Peraturan BPIP ini ‘di sunat’ oleh Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Tampang Paskibraka.
Baca Juga: Tajikistan, Negara Mayoritas Muslim yang Larang Hijab. Kenapa?
“Bahwa pada poin 4 ditegaskan pakaian ciput bagi yang berjilbab dihilangkan sehingga poin kelengkapan dan atribut Paskibraka hanya 5 poin,” tuturnya.
Kelima poin tersebut sebagaimana berikut:
- Setangan leher merah putih;
- Sarung tangan warna putih;
- Kaos kaki warna putih;
- Sepatu pantofel warna hitam; dan
- Kecakapan/Kendit berwarna hijau (dikenakan saat Tanda pengukuhan Paskibraka).
Menurutnya, pernyataan Kepala BPIP Yudian Wahyudi tentang larangan mengikuti pengibaran bendera apabila masih mengenakan atribut keagamaan sangat menyakitkan karena dianggap meremehkan ajaran agama. Ia juga menegaskan bahwa pernyataan tersebut tidak mendukung kebhinekaan, melainkan justru memaksakan penyeragaman.
” ‘Adik-adik Paskibraka yang bertanda tangan persetujuan tak memakai jilbab berarti tak boleh ikut mengibarkan bendera kalau masih menggunakan pakaian atribut keagamaan’, Ini diskriminasi kepada umat Islam di negeri mayoritas Muslim,” ucap Cholil.
Tanggapan Muhammadiyah
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti juga mengomentari dugaan larangan berjilbab bagi anggota Paskibraka. Ia menyesalkan kebijakan tersebut dan menyatakan bahwa seharusnya tidak ada larangan bagi perempuan manapun untuk mengenakan jilbab.
“Kalau larangan pakai jilbab bagi Paskibraka itu benar-benar terjadi, itu sungguh sangat bertentangan dengan Pancasila dan kebebasan beragama,” kata Mu’ti
Mu’ti mengkritik larangan tersebut sebagai bentuk pemaksaan dan mendesak agar kebijakan itu dicabut.
“Panitia harus mencabut larangan itu karena itu merupakan tindakan diskriminatif dan bertentangan dengan hak asasi manusia,” ungkapnya.
Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, juga mengecam apabila benar adanya larangan bagi anggota Paskibraka 2024 perempuan untuk mengenakan jilbab dalam peringatan Hari Kemerdekaan ke-79 RI di IKN.
Baca Juga: Selain Israel, MUI Himbau Boikot Produk Prancis. Kenapa?
Anwar Abbas menegaskan bahwa larangan ini sangat disayangkan karena dianggap tidak hanya melanggar hak asasi manusia (HAM) tetapi juga meremehkan konstitusi negara.
“Pasal 29 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar 1945 dengan jelas menyatakan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjamin kemerdekaan setiap warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing,” ungkap Anwar.
“Larangan ini jelas tidak dapat diterima, karena dapat menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat, terutama di kalangan umat Islam,” sambungnya.
Anwar Abbas menekankan bahwa tindakan tersebut tidak hanya menyakiti perasaan umat Islam, tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar konstitusi negara yang menjamin kebebasan beragama dan beribadah.
(Republika, MUI, Berita Satu, CNN, BPIP)