Bangkok, mu4.co.id – Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul mengumumkan rencana membubarkan parlemen dan membuka pemilihan umum (pemilu) lebih awal dari rencana sebelumnya dengan dalih untuk mengembalikan kekuasaan ke tangan rakyat.
Anutin sudah mengajukan permintaan pembubaran parlemen kepada raja. Pada Jum’at (12/12) waktu setempat, Raja Thailand Maha Vajiralongkorn kemudian mengesahkan dekrit untuk membubarkan parlemen, seperti yang diumumkan Lembaran Negara Kerajaan. Pengesahan ini membuka jalan pemilu lebih awal, yang menurut hukum sekarang harus diadakan dalam waktu 45 hingga 60 hari.
Juru bicara pemerintah, Siripong Angkasakulkiat mengatakan bahwa langkah tersebut menyusul perselisihan dengan blok terbesat di parlemen yaitu Partai Rakyat Oposisi. Ia menggambarkan kebuntuan legislatif yang melumpuhkan agenda pemerintah.
“Ini terjadi karena kita tidak bisa maju di parlemen,” ujarnya dilansir dari cnbcindonesia, Senin (15/12).
Baca juga: Perang Kembali Pecah, Thailand Serang Kamboja. Ini Kronologinya!
Perpecahan ini terjadi karena konflik Thiland dengan Kamboja selama empat hari berturut-turut di sepanjang perbatasan mereka. Setidaknya 20 orang tewas dan 200 orang terluka di kedua negara yang melibatkan baku tembak artileri dan serangan udara.
Anutin menegaskan pembubaran tidak akan mengganggu operasi keamanan. Ia mengatakan militer terus diarahakan demi keamanan di sepanjang perbatasan tanpa gangguan. Dan ia mengulangi pendiriannya bahwa “Saya mengembalikan kekuasaan kepada rakyat.”
Anutin menjabat sebagai PM Tahiland sejak Agustus 2023 dan berjuang menstabilkan ekonomi akibat tingginya utang rumah tangga, konsumsi yang lesu serta tekanan dari tarif Amerika Serikat (AS). Ketidakpastian politik menambah tekanan pada ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara ini.
Baca juga: Thailand – Kamboja Sepakat Gencatan Senjata. Apa Syaratnya?
Awalnya Anutin berencana membubarkan parlemen pada akhir Januari, dan pemilihan umum dijadwalkan pada Maret atau awal April. Namun, naiknya Siripong ke tampuk kekuasaan terjadi setelah Partai Bhumjaithai menarik diri dari koalisi pemerintahan dan kesepakatan baru dengan Partai Rakyat, yang menuntut beberapa konsesi, termasuk referendum tentang reformasi konstitusi, sebagai imbalan atas dukungan mereka kepadanya.
Siripong mengatakan keretakan koalisi tersebut karena tuntutan-tuntutan tidak terpenuhi. “Ketika Partai Rakyat tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan, mereka mengatakan akan mengajukan mosi tidak percaya dan meminta PM untuk segera membubarkan parlemen,” ujarnya.
Natthaphong Ruengpanyawut, pemimpin Partai Rakyat, menggemakan pandangan itu, mengatakan Partai Bhumjaithai telah gagal menghormati persyaratan mereka.
“Kami telah mencoba menggunakan suara oposisi untuk mendorong [perubahan] konstitusi,” katanya.
(cnbcindonesia)















