Aceh, mu4.co.id – Aceh yang juga disebut Bumi Serambi Mekkah terkenal dengan tragedi tsunami 2004 yang dahsyat dan Masjid Raya Baiturrahman sebagai saksi bisu peristiwa tersebut. Namun, masjid ini juga merupakan simbol agama, budaya, dan perjuangan rakyat Aceh.
Dilansir dari DJKN Kemenkeu pada Selasa (16/4), Masjid Raya Baiturrahman dibangun pada 1022H/1612M di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda dari Kesultanan Aceh Darussalam, bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga pusat pendidikan Islam. Perguruan tinggi di masjid ini, yang dikenal sebagai Al-Jamiah Baitturahman, memiliki 15 fakultas dan diisi oleh ulama dan sarjana dari Aceh serta negara lain seperti Turki, Arab, Persia, dan India.
Baca Juga: Sejarah Masjid Kubah Emas Serta Daya Tariknya!
Selama perang Aceh melawan Belanda, Masjid Raya Baiturrahman menjadi benteng pertahanan rakyat Aceh. Dalam agresi Belanda pertama, Aceh meraih kemenangan dan panglima perang Belanda tewas tertembak di halaman masjid. Namun, pada agresi kedua yang dipimpin oleh Jenderal J. van Swiesten, Belanda berhasil membakar habis Masjid Raya Baiturrahman, yang memicu amarah rakyat Aceh dan semangat perlawanan yang lebih kuat terhadap Belanda.
Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman dengan satu kubah untuk mendapatkan kembali simpati rakyat Aceh. Proses pembangunan dimulai pada Kamis, 13 Syawal 1296 H/09 Oktober 1879 M, dengan penempatan batu pertama oleh Tengku Qadhi Malikul Adil dan selesai pada tahun 1299 H/1881 M. Pada tahun 1935, Belanda kembali memperluas masjid ini dengan menambah dua kubah pada sisi kanan dan kiri, dalam upaya untuk mendapatkan kembali simpati rakyat Aceh selama masa perang antara Aceh dan Belanda.
Masjid Raya Baiturrahman mengalami perluasan yang signifikan dari tahun ke tahun. Di bawah pemerintahan Gubernur Ali Hasjmy (1957-1964), bangunan diperluas menjadi lima kubah ditambah satu menara di halaman depan. Pada masa pemerintahan Prof. Dr. Ibrahim Hasan (1986-1993) khususnya tahun 1991-1993, perluasan mencakup bagian dalam masjid seperti lantai tempat salat, perpustakaan, ruang tamu, ruang perkantoran, aula, dan tempat wudhu.
Bagian luar masjid juga diperluas dengan penambahan taman, empat menara, satu menara utama, dan dua minaret. Dengan perluasan tersebut, Masjid Raya Baiturrahman memiliki 7 kubah, 4 menara, dan satu menara utama, dengan luas ruangan dalam masjid mencapai 4.760 meter persegi dengan lantai marmer.
Meskipun terjadi tsunami Aceh 2004 yang dahsyat, Masjid Raya Baiturrahman tetap kokoh berdiri sementara bangunan di sekitarnya hancur oleh ombak. Masjid ini juga menjadi tempat perlindungan bagi warga Aceh yang berusaha menyelamatkan diri dari dampak tsunami.
Saat ini, masjid dapat menampung hingga 24.000 jamaah. Perkarangan masjid yang dulunya ditanami rumput hijau telah diubah menjadi lantai marmer dan dilengkapi dengan 12 payung elektrik untuk melindungi jamaah dari panas matahari. Perluasan ini selesai pada bulan Mei 2017, di masa pemerintahan Zaini Abdullah (2012-2017).
Masjid Raya Baiturrahman tetap menjadi pusat kegiatan umat Islam di Aceh hingga saat ini. Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga digunakan untuk pengajian, acara besar keagamaan seperti maulid Nabi Muhammad SAW, dan peringatan 1 Muharram. Selain itu, masjid ini juga menjadi salah satu destinasi wisata religi dan budaya di Aceh yang sering dikunjungi oleh para pelancong.
Sumber: Artikel DJKN Kemenkeu