Media Berkemajuan

4 Desember 2024, 00:44

Ulama Perempuan Asal Indonesia Raih Gelar Doktor di Universitas Al-Azhar Kairo Usai Mengulas Soal Fatwa MUI dalam Perspektif Ilmu Ushul Fikih

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Iffatul Umniati Ismail
Iffatul Umniati Ismail, meraih gelar doktoral dengan predikat tertinggi Summa Cumlaude bidang Ilmu Ushul Fikih di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, [25/2/2024]

Kairo, mu4.co.id – Seorang ulama perempuan Indonesia, Iffatul Umniati Ismail, berhasil mempertahankan disertasi doktoral dengan predikat tertinggi Summa Cumlaude bidang Ilmu Ushul Fikih di Universitas Al-Azhar (Putri) Kairo Mesir, (25/2/2024) bertepatan dengan 15 Sya’ban 1445 Hijriyah.

Disertasinya yang berjudul “Ijtihad dan Fatwa dalam Merespons Isu-Isu Hukum Kontemporer: Kajian terhadap Fatwa MUI dalam Perspektif Ilmu Ushul Fikih“ setebal 690 halaman memperoleh banyak pujian.

Dalam kajiannya terhadap fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia, promovendus memaparkan, MUI mempunyai dua kecenderungan yang terlihat bertolak belakang dalam pendekatannya terhadap sebuah permasalahan baru. Kadang-kadang MUI, katanya, terlihat sangat hati-hati dan memberatkan dengan mengeluarkan fatwa haramnya beberapa jenis makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Di sisi lain, MUI kadang terlihat memudahkan atau menggampangkan ketika mengeluarkan fatwa dalam bidang medis dan pengobatan.

Harus Dibedakan Antara “Kebutuhan” dan “Kedaruratan”

Dalil yang menjadi dasar hukum dalam fatwa MUI juga tidak lepas dari analisis kritis sang promovendus. Iffatul Umniati menegaskan, harus dibedakan antara “kebutuhan” dan “keadaan darurat” dengan merujuk kepada pandangan para ulama klasik. Ketika sebuah tindakan medis dianggap sebagai kebutuhan yang bisa diposisikan sebagai sebuah keadaan darurat, maka sebuah fatwa hanya berlaku sampai aspek kedaruratannya bisa diselesaikan.

Baca juga: Bantuan Kemanusiaan Indonesia untuk Palestina Tiba di Bandara El Arish, Mesir

Menurut dia jangan gampang-gampang pula menyatakan sebuah kebutuhan bisa mengabsahkan perubahan hukum dari haram menjadi boleh, tanpa pertimbangan yang lebih matang dan komprehensif.

Bertindak sebagai promotor Prof. Dr. Suheir Rashad Mahna, Guru Besar Ushul Fikih, Fakultas Studi Islam dan Arab, dan Co-Promotor, Prof. Dr. Turkiyah Mostafa El Sherbini, Guru Besar Ushul Fikih Studi Islam dan Arab.
Sedangkan para penguji, Prof. Dr. Mostafa Farag Fayyadh, Guru Besar Ushul Fikih, Fakultas Studi Islam dan Arab, Universitas Al Azhar Prov. Kafr El Sheikh dan Prof. Dr. Mahmoud Hamed Utsman, Guru Besar Ushul Fikih, Syariah Qanun, Universitas Al Azhar, Provinsi Thanta.

gelar doktoral
Para promotor dan penguji ilmu Ushul Fikih pada sidang disertasi doktoral Universitas Al Azhar Kairo Mesir (25/2/2024)

Mereka menyatakan kekagumannya dan menyampaikan apresiasi serta kebanggaannya atas disertasi yang telah ditulis oleh Iffatul Umniati.
“Promovendus telah menulis sebuah disertasi berkualitas tinggi yang menerapkan ilmu-ilmu klasik Al-Azhar dalam konteks kemodernan; terkait bagaimana seharusnya kita menyikapi isu-isu kontemporer. Dan ini adalah disertasi yang harus dibaca secara luas!”, ungkap Dr. Mahmoud.

Baca juga: PCIM Mesir Ceritakan Kondisi Terakhir di Perbatasan Mesir dan Gaza

Untuk itu, beliau menyarankan agar disertasi ini dibuatkan versi lain yang “lebih ringan” agar dapat dinikmati oleh masyarakat awam. Sementara itu, Prof. Mostafa Farag Fayyadh merekomendasikan agar disertasi ini diberi catatan penting yang menjelaskan pengertian setiap tema klasik dan modern yang ada di dalamnya. Karena ada pembaca dari kalangan yang awam, ada juga pembaca yang menguasai istilah-istilah klasik tetapi tidak terbiasa dengan idiom-idiom kemodernan.

Fatwa Harus Disertai Penjelasan

Menurut pengalaman pengasuh Pondok Pesantren Unggulan Tahfizh & Sains (PPUTS) Darus Salam Torjun Sampang Madura ini, pada masa sekarang tidak cukup lagi bagi seorang mufti untuk memberikan fatwa hukum tanpa menyertakan dalil-dalilnya. Bahkan, sudah menjadi tuntutan yang lazim bahwa setiap fatwa yang dikeluarkan harus disertai dengan ulasan singkat yang menjelaskan kenapa atau bagaimana sebuah dalil bisa membawa kita kepada sebuah kesimpulan fatwa hukum.

Ulama perempuan yang aktif di beberapa jaringan aktivis advokasi perempuan termasuk sebagai narasumber perempuan yang duduk sejajar dengan para ulama besar dunia dalam seminar internasional tahun 2023 lalu ini melihat bahwasanya realitas kebutuhan di masyarakat membutuhkan penjelasan yang lebih mendetail dalam beberapa aspek yang terkait dengan hukum yang difatwakan.

Dengan demikian, terangnya, sebuah fatwa hukum sebaiknya tidak sekedar berbicara tentang halal, haram, atau boleh dan tidak boleh saja. Sekedar menyebutkan contoh: hukum tidak bolehnya salat menggunakan bahasa lokal seharusnya disertai juga penjelasan apa yang harus dilakukan oleh seorang muslim atau muslimah ketika menyadari bahwa salat imamnya batal, atau bahwa salatnya selama ini ternyata tidak sah.

Sidang Disertasi ini dihadiri Plt. Atase Pendidikan/Koord. Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya KBRI Kairo, Dr. Rahmat Aming Lasim, Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial Budaya KBRI Kairo, M. Arif Ramadhan, dan para aktifis, peneliti serta mahasiswa Indonesia yang sedang menimba ilmu di Universitas Al Azhar Kairo.

[post-views]
Selaras