Media Berkemajuan

15 Februari 2025, 18:42
Search

Masjid Nabawi, Berawal dari Tempat Ibadah Sederhana Hingga Menjadi Jantung Kehidupan Muslim di Madinah

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Masjid Nabawi Madinah
Masjid Nabawi, masjid yang dibangun oleh Rasulullah di kota Madinah [Foto: Hamza Dost]

Madinah, mu4.co.id – Setelah membangun Masjid Quba dan Masjid Al Jum’ah tahun 622 Masehi, Rasulullah ﷺ dan para sahabat melanjutkan perjalanan hijrahnya memasuki kota Madinah. Di kota inilah Rasulullah ﷺ kemudian membangun masjid yaitu Masjid Nabawi.

Masjid Nabawi dibangun oleh Rasulullah ﷺ di tahun yang sama, 622 Masehi. Saat pertama Rasulullah ﷺ tiba di kota Madinah di tempat unta tunggangan Rasulullah ﷺ yang dinamai Qaswa menghentikan langkahnya. Lokasi tersebut semula adalah tempat penjemuran buah kurma milik dua anak yatim bersaudara, Sahal dan Suhail bin ‘Amr.

Kemudian Rasulullah ﷺ memanggil kedua anak yatim itu dan menawar tanah tersebut untuk dijadikan masjid. Namun kedua anak itu berkata: “Justru kami ingin memberikannya kepada anda, wahai Rasulullah”. Meski demikian, Rasulullah ﷺ tidak ingin menerima pemberian cuma-cuma dua anak kecil ini, sehingga Rasulullah ﷺ tetap membelinya sebesar 10 dinar. Kemudian di atas tanah itu, dibangunlah Masjid Nabawi.

Pembangunan masjid Nabawi membutuhkan waktu dua belas hari. Semula Rasulullah ﷺ tinggal di rumah Abu Ayyub Radhiyallahu ‘anhu. Kemudian Rasulullah ﷺ membangun kediaman yang sangat sederhana di samping masjid untuk istri Rasulullah, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha  dan Saudah bin Zum’ah Radhiyallahu ‘anha, setelah rumah itu selesai, beliau pindah ke tempat yang baru tersebut. Kediaman Nabi ﷺ ini tidak seberapa besar dan tidak lebih mewah dari keadaan masjidnya, hanya tentu saja lebih tertutup.

Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 m × 50 m, dengan tinggi atap sekitar 3,5 m. Atapnya, ditunjang oleh pelepah kurma, terbuat dari tanah liat yang dipukul dan dedaunan kurma. Tingginya mencapai 360 meter (1.180 ft). Dibuat pula 3 pintu masjid yaitu Bab-al-Rahmah ke selatan, Bab-al-Jibril ke barat dan Bab-al-Nisa ke timur.

Ilustrasi Masjid Nabawi saat pertama kali dibangun [Foto: Museum Nabi]

Baca juga: Masjid Quba, Masjid Pertama yang dibangun Rasulullah Atas Dasar Takwa

Rasulullah ﷺ membangunnya dengan tangan beliau sendiri, bersama-sama dengan para sahabat dan kaum muslimin. Tembok di keempat sisi masjid ini terbuat dari batu bata dan tanah, sedangkan atapnya dari daun kurma. Sebagian atapnya dibiarkan terbuka begitu saja. Selama sembilan tahun pertama, masjid ini tanpa penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya, diadakan sedikit penerangan dengan membakar jerami.

Selain itu ada pula bagian yang digunakan sebagai tempat orang-orang fakir-miskin yang tidak memiliki rumah. Belakangan, orang-orang ini dikenal sebagai ahlussufah atau para penghuni teras masjid.

Ilustrasi 3D Masjid Nabawi saat dibangun pada 1400 tahun lalu [Video: Ytube]

Pada tahun pertama hijriah itu pula disyariatkan adzan dengan lafazh yang kita dengar sekarang. Demikian, menurut pendapat yang râjih. Diriwayatkan, saat ‘Abdullah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu bermimpi tentang lafazh-lafazh adzan lalu diceritakan kepada Rasulullah ﷺ, maka Nabi memerintahkan kepada Bilal bin Rabbah Radhiyallahu ‘anhhu untuk mengumandangkan adzan dengan lafazh-lafazh tersebut.

Ketika adzan ini terdengar oleh ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, ia pun bergegas menemui Rasulullah ﷺ dan menceritakan mimpinya yang sama dengan mimpi ‘Abdullah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu.

Kiblat (arah salat) pada awal mula saat itu adalah ke arah utara menuju Yerusalem dan tetap pada arah ini selama 18 bulan. Arah salat kemudian diubah dari utara ke selatan, ke arah Ka’bah, dan mihrab (ceruk salat) yang asli diubah menjadi pintu. Perubahan kiblat terjadi di tempat klan Bani Salama pernah tinggal dan lokasinya saat ini ditandai oleh Masjid Qiblatain.

Setelah awal dibangun oleh Rasulullah ﷺ, Masjid Nabawi sempat mengalami beberapa kali renovasi untuk memperluas masjid. Menurut buku “Sejarah Terlengkap Peradaban Islam” karya Abdul Syukur al-Azizi, Masjid Nabawi mengalami perbaikan untuk pertama kalinya di tahun ke-4 Hijriah. Setelah itu, Masjid Nabawi berulang kali mengalami perbaikan dan perluasan.

Baca juga: Napak Tilas Menyusuri Jalan yang Dahulu Dilalui Rasulullah dari Masjid Nabawi ke Masjid Quba

Pada tahun 7 Hijriah/ 628 Masehi, Rasulullah ﷺ mengambil kebijakan untuk memperluas Masjid Nabawi karena jumlah umat Islam semakin banyak dan masjid menjadi penuh. Beliau menambahkan masing-masing 20 hasta untuk panjang dan lebar masjid.

Awal mulanya, di masjid Nabi ini belum ada mimbar sebagai tempat berkhutbah. Dahulu Rasulullah ﷺ menyampaikan khutbah di atas gundukan tanah yang lebih tinggi sambil bersandar pada sebuah batang kurma. Tentang batang kurma ini, terdapat peristiwa yang menjadi bukti kebenaran kenabian Nabi Muhammad ﷺ.

Pada tahun 7 Hijriah itu pula, dibuatkan mimbar dari balok kayu kurma yang memiliki dimensi 50 cm x 125 cm. Setahun kemudian pada 629 Masehi, ditambahkan tiga anak tangga pada mimbar. Rasulullah ﷺ menggunakan mimbar tersebut saat menyampaikan khutbah, khususnya pada ibadah salat Jumat, batang kurma yang biasa dijadikan sandaran beliau itu menangis layaknya anak kecil. Mendengar tangisan pohon ini, Nabi ﷺ pun menghampiri dan memeluknya hingga diam.

Gambaran mimbar Rasulullah di Masjid Nabawi [Video: guidemakkah]

Hingga sampai Rasulullah ﷺ wafat pada tahun ke-11 Hijriah, bertepatan dengan 632 Masehi. Rasulullah ﷺ dimakamkan di tempat meninggalnya, yakni di tempat yang dahulunya adalah kamar Aisyah, istrinya. Dalam kurun waktu yang cukup lama, keadaan masjid Nabawi yang sederhana ini tetap dipertahankan sama tak berubah sebagaimana saat dibangun Rasulullah ﷺ. Ketika Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu menjadi Khalifah, beliau tidak melakukan renovasi apapun.

Ketika Umar Radhiyallahu ‘anhu menjadi khalifah, barulah beliau Radhiyallahu ‘anhu merubah tiangnya yang terbuat dari pohon kurma menjadi kayu dan melindungi atapnya dari hujan.

Baca juga: Mengenang Masjid Al Jum’ah, Tempat Rasulullah Melaksanakan Salat Jum’at untuk Pertama Kalinya

Ketika Abu Bakar Al-Shiddiq wafat dan kemudian Umar bin Khattab, keduanya lalu dimakamkan di tempat yang sama berdekatan dengan Rasulullah ﷺ.

Dan tempat antara makam Rasulullah ﷺ (dahulu rumah) dengan mimbarnya merupakan jantung dari Masjid Nabawi yang diistimewakan dinamakan Raudhah (Taman Surga). Banyak jemaah yang ingin salat dan berdoa di tempat mustajab ini, karena diyakini doanya akan dikabulkan Allah. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda,

مَا بَيْنَ بَيْتِى وَمِنْبَرِى رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ 

“Antara rumahku dan mimbarku terdapat taman di antara taman surga.” (HR. Bukhari, no. 1196 dan Muslim, no. 1391)

Selain itu keutamaan salat di Masjid Nabawi begitu besar sebagaimana dinyatakan Rasulullah ﷺ dalam sabdanya:

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ

“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah no. 1406, dari Jabir bin ‘Abdillah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1173)

Di saat kepemimpinan Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu, menantu Nabi ﷺ dan Khalifah ketiga, yang dikenal kaya raya. Beliau berinfak dengan murah hati di jalan Islam, membeli tanah di sebelah Masjid Nabawi dari seorang anggota Anshar, atas seizin Nabi ﷺ. Lahan ini kemudian digunakan untuk memperluas area Masjid secara signifikan.

Utsman Radhiyallahu ‘anhu juga melakukan banyak perubahan. Beliau Radhiyallahu ‘anhu membangun temboknya dengan batu yang berukir, dan begitu pula dengan tiangnya. Sedangkan atapnya dirubah dengan sejenis kayu hias.

Baca juga: Kunjungan Masjid Nabawi Capai Lebih Dari 5 Juta Jemaah Dalam Sepekan!

Renovasi yang paling signifikan terjadi di tahun 1265 H pada masa pemerintahan Sultan Abdul Majid. Pembangunan tersebut memakan waktu selama 12 tahun. Dinding dan tiang-tiang masjid mulai dipercantik dengan ukiran dan kaligrafi indah yang masih bisa disaksikan sampai saat ini.

10 Menara Masjid Nabawi [Foto: pusathajiumroh]

Di zaman modern, Raja Fahd bin Abdul Aziz memiliki peran yang cukup besar dalam perluasan Masjid Nabawi. Hasilnya, luas seluruh bangunan masjid kini menjadi 165.000 m2. Jumlah menara yang semula 4 buah ditambah menjadi 10 buah. Empat di antaranya berketinggian 72 meter dan 6 lainnya setinggi 92 meter. Jumlah pintu masjid juga ditambah menjadi 95 buah pintu. Kini, Masjid Nabawi semakin luas dan megah serta dapat menampung sekitar 535.000 orang.

Al-Ashraf Qansuh al-Ghawri membangun sebuah kubah di atas makam Nabi pada 1476. Raudhah (merujuk pada al-Rawdah al-Mutaharah), mencakup kubah di sudut tenggara masjid, dibangun pada 1817 C.E. saat penguasaan Sultan Mahmud II. Kubah di cat hijau pada 1837 C.E. dan lebih dikenal dengan nama “Kubah Hijau”.

Kubah hijau di Masjid Nabawi, Madinah [Foto: IndonesiaWindow]

Pada halaman masjid juga di tambah dengan payung-payung yang dapat terbuka secara otomatis yang membentuk pilar-pilar tunggal. Sehingga halaman sekitar masjid juga digunakan untuk salat. Dibuat pula Kubah yang dapat bergeser yang di rancang oleh arsitek Jerman Mahmoud Bodo Rasch beserta firmanya Rasch GmbH dan Buro Happold

Payung-payung di masjid Nabawi yang dibuat arsitek Jerman Mahmoud Bodo Rasch [Foto: muslim.infoindonesia]

Seiring perkembangannya Masjid Nabawi bukan hanya sebagai tempat shalat, tetapi Rasulullah ﷺ juga menggunakan Masjid Nabawi sebagai pusat dari segala aspek kehidupan komunitas muslim, meliputi aspek sosial, pendidikan, dan politik. 

Masjid Nabawi dijadikan tempat perlindungan bagi kaum Muhajirin yang baru datang dari Makkah, sebagai pusat pembelajaran Islam, tempat perlindungan bagi wanita muslimah, pusat pengobatan, tempat menerima delegasi diplomatik serta menjadi tempat pertemuan dengan para sahabat dan komandan pasukan Islam. 

Seiring berjalannya waktu, Masjid Nabawi mengalami berbagai perubahan dan perluasan, tetapi semangat yang dibangun sejak awal tetap hidup hingga saat ini. Tempat yang sederhana ini menjadi jantung kehidupan masyarakat Muslim di Madinah, tempat di mana ajaran Islam berkembang pesat hingga kini.

[post-views]
Selaras