Jakarta, mu4.co.id – Ismarini, Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, mengungkapkan perlunya upaya serius untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis pangan.
Dia menjelaskan bahwa hingga saat ini, Indonesia masih berada dalam kondisi rentan menghadapi ancaman krisis iklim dan penurunan produksi beras.
Ismarini menyebutkan bahwa indeks ketahanan pangan Indonesia masih rendah, berada di peringkat 63 dari 113 negara pada tahun 2023. Dia memperkirakan posisi tersebut mungkin akan menurun pada tahun 2024.
Baca Juga: Rekor! Haji Isam Pesan 2.000 Unit Ekskavator Dari Perusahaan China
“Indonesia selalu disebut-sebut sebagai negara agraris dengan populasi yang bekerja di sektor pertanian yang besar. Tapi ironisnya kita masih impor beras dan petani kita masih berada di bawah garis kemiskinan dengan jumlahnya yang cukup besar,” ucap Ismarini, dikutip dari tempo, Jum’at (2/8).
Ismarini menjelaskan bahwa negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Vietnam, dan Thailand berhasil menciptakan ketahanan pangan dengan menerapkan bioteknologi. Indonesia perlu mempertimbangkan pendekatan tersebut untuk mengurangi ketergantungan pada impor pangan.
Dia juga menyatakan bahwa saat ini Kemenko Perekonomian memberikan dukungan penuh terhadap penerapan bioteknologi dalam sektor pertanian.
“Pada 2019 Kemenko Perekonomian telah menerbitkan peta jalan bagi pangan produk rekayasa genetik (PRG), yang tahun ini kami akan merevisi dengan mengupdate penggunakan teknologi baru, kelembagaan serta regulasi pendukung PRG,” ucapnya.
Ismarini menyebutkan bahwa perbaikan sektor pertanian melalui penerapan bioteknologi di industri perbenihan diperlukan agar Indonesia bisa keluar dari jebakan pendapatan menengah. Dia juga menyoroti kelemahan sistem ketahanan pangan Indonesia, terlihat dari peningkatan impor beras dari 429 ribu ton pada 2022 menjadi 3 juta ton pada 2023, dan diperkirakan mencapai 6 juta ton tahun ini.
Baca Juga: Siap-siap! Bapanas Sebut Bakal Naikkan HET Beras Kembali
“Jadi kalau kita tarik garis besar, maka Indonesia saat ini bisa dibilang dalam kondisi darurat pangan yang kita lihat tadi dari peringkat indeks ketahanan pangan kita, dan juga besarnya impor beras yang kita lakukan, dan juga impor terhadap komoditas lain,” ungkapnya.
Pada rapat pengendalian inflasi dengan Kementerian Dalam Negeri pada 29 Juli 2024, Perum Bulog melaporkan telah mengimpor 2,5 juta ton beras pada semester pertama 2024, dengan target impor beras dari Mei hingga Desember sebanyak 3,40 juta ton.
Jika target tersebut tercapai, Indonesia akan menjadi importir beras terbesar di dunia, dengan total impor mencapai 6 juta ton, melebihi rekor 4,75 juta ton pada 1999, yang merupakan angka tertinggi dalam 25 tahun terakhir menurut Direktur Next Policy, Yusuf Wibisono.
“Angka ini juga akan menjadikan Indonesia sebagai negara importir beras terbesar di dunia, mengalahkan Filipina yang rata-rata mengimpor beras sekitar 4 juta ton setiap tahunnya,” ujar Yusuf.
(tempo)