Media Berkemajuan

3 Oktober 2024, 20:54

RPH Klarifikasi Soal Viral Pemotongan Sapi dengan Cara Ditembak Kepalanya, Apa Hukumnya Menurut MUI?

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Sapi ditembak di kepala
Viral Pemotongan Sapi dengan Cara Ditembak Kepalanya [Foto: istockphoto.com]

Surabaya, mu4.co.id – Sebuah video proses penyembelihan sapi dengan cara ditembak kepalanya di Rumah Potong Hewan (RPH) Pegirian, Surabaya beredar di media sosial, dimana disebutkan dalam narasi yang beredar dagingnya haram untuk dikonsumsi. Pihak RPH pun mengklarifikasi terkait hal tersebut.

Direktur Utama (Dirut) RPH Pegirian Fajar Arifianto Isnugroho menyebutkan menyesalkan akan beredarnya video tersebut. “Saya juga menerima video ini sejak kemarin yang beredar di grup WA. Saya sangat Yang ada di video itu proses stunning untuk pemingsanan sapi ex import di straining box sebelum dipotong di RPH Pegirian. Kesannya sapi mati karena ‘ditembak’ kepalanya. Padahal, setelah dipingsankan, sapi dipotong seperti biasa secara syar’i oleh Juru Sembelih Halal (Julaeha) RPH Surabaya,” ujarnya dilansir dari faktakini.info, Kamis (26/09/2024).

“Di video, tidak ditunjukkan gambar penyembelihan oleh Juleha.  Jadi begitulah SOP pemotongan sapi tanpa tali keluh/ sapi brahma cross (sapi BX), yang harus dipingsankan dulu melalui proses stunning di kepalanya, kemudian disembelih secara syar’i. Sebenarnya proses ini tidak untuk di videokan. Petugas sudah kita tegur dan beri peringatan keras karena melanggar aturan. Saya sudah tegas melarang pendokumentasian video dan foto-foto semua areal operasional pemotongan hewan,” sambungnya.

Lantas proses penyembelihan yang didahului dengan pemingsanan tersebut apakah syar’i? Simak penjelasannya!

Baca juga: DPW Juleha Kalsel Gelar Pelatihan Sembelih Halal Menjelang Idul Adha

Terkait hal tersebut, MUI (Majelis Ulama Indonesia) pun menanggapi dan menyebutkan  bahwa proses penyembelihan yang didahului dengan stunning atau pemingsanan boleh dilakukan, namun dengan beberapa ketentuan diantaranya yaitu:

  1. Stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak menyebabkan kematian serta tidak menyebabkan cedera permanen;
  2. Bertujuan untuk mempermudah penyembelihan;
  3. Pelaksanaannya sebagai bentuk ihsan, bukan untuk menyiksa hewan;
  4. Peralatan stunning harus mampu menjamin terwujudnya tiga syarat di atas
  5. Penetapan ketentuan stunning, pemilihan jenis, dan teknis pelaksanaannya harus di bawah pengawasan ahli.

Disebutkan melumpuhkan atau memingsankan hewan sebelum proses penyembelihan, dengan cara dibius dan sebagainya diperbolehkan dan dagingnya halal, bahkan bisa jadi cara ini dianjurkan, sebab lebih meringankan kepada hewan itu sendiri. Rasullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik dalam segala hal. Jika kalian membunuh (dalam qishah) maka lakukanlah dengan baik, dan jika kalian menyembelih maka lakukanlah dengan baik, dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan parangnya dan permudahlah dalam penyembelihan.” (Sahih Muslim, Juz 6, Halaman 72)

Selain itu, Syekh Wahbah al Zuhaili dalam kitabnya al Fiqhu al Islam wa Adillatuhu menyebutkan bahwa tidak ada larangan untuk memperlemah gerakan hewan yang hendak disembelih senyampang tidak ada usur penyiksaan dan dagingnya halal untuk dikonsumsi. (Ibnu Musthafa Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, Juz 4, Halaman 800).

[post-views]
Selaras