Demak, mu4.co.id – Viral mengenai kemungkinan munculnya Selat Muria karena penurunan tanah di pesisir Demak, Jawa Tengah, telah menarik perhatian di media sosial saat ini.
Namun, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menegaskan bahwa Selat Muria tidak akan terbentuk dalam waktu dekat, meskipun terjadi penurunan tanah sekitar 5-11 sentimeter per tahun.
“Meskipun terjadi penurunan tanah di daerah Demak dan sekitarnya, Selat Muria bukan berarti akan terbentuk kembali dalam waktu dekat,” ucap Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid dilansir dari detikjateng, Ahad (24/3).
Wafid menjelaskan bahwa wilayah pantai adalah yang paling dinamis karena dipengaruhi oleh proses geologi, oseanografi, dan klimatologi. Pembentukannya terus berlangsung melalui transportasi, pengendapan, dan konsolidasi sedimen, sehingga rentan terhadap bencana seperti banjir rob, penurunan tanah, dan abrasi.
Penelitian Badan Geologi menemukan bahwa daerah Demak dan sekitarnya didominasi oleh endapan kuarter yang terdiri dari endapan aluvial pantai atau aluvium. Hasil survei geofisika bawah permukaan menunjukkan adanya sedimen yang tebal dan bersifat lunak. Pemboran hingga kedalaman 100 meter menunjukkan bahwa lapisan utama adalah lempung lunak yang dalam kondisi normally consolidated, dengan sedikit sisipan pasir lepas.
Baca Juga: 1 Kota dan 5 Kabupaten di Kalteng Direndam Banjir, Daerah Mana Saja?
“Kondisi itu menyebabkan mudah mengalami pemampatan alamiah maupun pemampatan karena beban antropogenik yang dikerjakan di wilayah tersebut, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan tanah,” ucapnya.
Beberapa daerah di pesisir memiliki elevasi lebih rendah dari permukaan air laut, menyebabkan banjir rob dapat menembus ke daratan.
Banjir saat ini lebih dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah hujan tinggi, kerusakan tanggul, dan lapisan tanah di bawah permukaan yang terutama terdiri dari lapisan lempung lunak yang impermeabel, yang mengakibatkan air sulit mengalir. Banjir rob juga menyebabkan genangan yang berlangsung lama di daerah pesisir.
“Secara teori, Selat Muria mungkin saja terbentuk kembali, yakni apabila terjadi proses geologi yang dahsyat, misalnya terjadinya gempa bumi tektonik berkekuatan sangat besar yang menyebabkan terjadinya amblesan tiba-tiba dan mencakup areal yang luas,” katanya.
Amblesan tiba-tiba atau graben adalah bahaya lanjutan (collateral hazard) dari gempa bumi, selain guncangan dan sesar permukaan (fault surface rupture). Wafid menegaskan bahwa penurunan tanah bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan kembalinya Selat Muria.
“Kalau pun terjadi akan memerlukan waktu yang sangat lama (skala waktu geologi; ratusan sampai ribuan tahun) dan kecepatan penurunannya harus seragam mulai dari Demak hingga Pati,” pungkasnya.
Menurut penelitian Badan Geologi, terdapat perbedaan dalam laju penurunan tanah antara daerah pesisir dan daratan. Penurunan tanah di daerah pesisir terjadi lebih cepat daripada di daratan.
“Beberapa perkiraan faktor dominan kemungkinan akan kembali terbentuknya Selat Muria adalah terjadinya penurunan muka tanah yang besar yang juga disertai kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim serta terganggunya pola aliran sungai karena elevasi daratan lebih rendah dibanding muka air laut,” ungkap Wafid.
![](https://i0.wp.com/mu4.co.id/wp-content/uploads/2024/03/WhatsApp-Image-2024-03-24-at-9.26.53-PM.jpeg?resize=692%2C812&ssl=1)
Sejarah Selat Muria
Pada masa lalu, Selat ini menjadi jalur pelayaran utama bagi pedagang dan pelaut, tetapi seiring berjalannya waktu, Selat Muria telah menghilang karena proses sedimentasi.
Seiring berjalannya waktu yaitu pada abad ke-16, Selat Muria mengalami pendangkalan akibat sedimentasi yang dibawa oleh sungai-sungai di Jawa. Penumpukan ini semakin diperparah oleh penggundulan hutan di daerah hulu sungai.
Rute pelayaran selat ini memungkinkan pedagang untuk membawa hasil pertanian dan barang lainnya dari Jawa ke berbagai daerah di Indonesia, sehingga saat hilangnya Selat Muria berdampak buruk pada sektor perdagangan dan ekonomi Indonesia. Keterputusan jalur pelayaran di daerah tersebut memaksa para pedagang untuk mencari rute alternatif yang lebih jauh dan memakan waktu.
Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk menyelamatkan Selat Muria, antara lain:
- Pengerukan sedimen
- Penanaman pohon di wilayah hulu sungai
- Pembangunan bendungan
Hilangnya Selat Muria menjadi sebuah peringatan akan urgensi menjaga keberlangsungan lingkungan dan menghindari kerusakan alam sehingga menjadikannya salah satu sejarah yang penting untuk Indonesia.
Sumber: detikjateng, harianlingga.com