Edisi Khusus 26 Ramadan 1446 H
Banjarmasin, mu4.co.id – Menjelang Idulfitri, umat Islam wajib membayar zakat fitri, yang umumnya dilakukan dengan beras seberat 2,5 kg atau 3,5 liter, atau dengan uang senilai beras tersebut.
Namun, ada beberapa perdebatan yang menegaskan bahwa zakat fitri hanya sah jika dibayarkan dengan beras, bukan uang.
Padahal, Kementerian Agama, Muhammadiyah, MUI, dan Baznas telah lama membolehkan pembayaran zakat fitri baik dalam bentuk beras maupun uang. Oleh karena itu, penting untuk memahami kedua pandangan ini.
Pandangan Fuqaha
Ada tiga pandangan ulama tentang membayar zakat fitri dengan uang, yaitu:
- Membayar dengan uang diperbolehkan secara mutlak, sebagaimana diajarkan oleh mazhab Hanafi serta didukung oleh al-Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul Aziz, Sufyan Tsauri, dan Imam al-Bukhari.
- Pembayaran zakat fitri dengan uang tidak diperbolehkan, sebagaimana pendapat mazhab Maliki, Syafi’i, Hanbali, dan Ibnu al-Mundzir.
- Zakat fitri boleh dibayarkan dengan uang jika lebih bermanfaat bagi penerima, sebagaimana pandangan Ibnu Taimiyah.
Secara singkat, Imam an-Nawawi membeberkan perbedaan pendapat dalam hal ini sebagai berikut :
(مسألة) لا تجزئ القيمة في الفطرة عندنا وبه قال مالك واحمد وابن المنذر* وقال أبو حنيفة يجوز وحكاه ابن المنذر عن الحسن البصريوعمر بن عبد العزيز والثوري قال وقال اسحق وابو ثور لا تجزئ إلا عند الضرورة (المجموع شرح المهذب (6/ 144)
Masalah: Tidak sah membayar zakat fitrah dengan harganya menurut mazhab kami (Syafi’i), hal ini juga menjadi pendapat Malik, Ahmad dan Ibnu al-Mundzir. Sedang Abu Hanifah membolehkan membayar zakat fitrah dengan uang (harganya), Ibnu al-Mundzir juga meriwayatkan pendapat ini juga dianut oleh al-Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul Aziz dan ats-Tsauri. Sementara itu Ishaq dan Abu Tsaur menyatakan, tidak sah membayar dengan harganya kecuali dalam keadaan darurat.
Kemudahan dan Kemaslahatan sebagai Pertimbangan
Fatwa yang membolehkan pembayaran zakat fitri dengan uang atau beras memberikan kemudahan bagi pembayar, amil, dan penerima. Saat ini, uang lebih dibutuhkan daripada barang, terutama untuk keperluan lain seperti tiket mudik dan oleh-oleh.
Selain itu, beras tidak bisa langsung dikonsumsi seperti kurma, melainkan harus dimasak yang memerlukan biaya tambahan, termasuk untuk lauk-pauk. Oleh karena itu, memberikan zakat dalam bentuk uang atau beras lebih sesuai dengan kebutuhan fakir miskin saat hari raya.
Baca Juga: Siapa Saja Yang Wajib Bayar Zakat Fitri?
Jika zakat fitri diberikan dalam bentuk uang, ada kekhawatiran digunakan untuk hal kurang bermanfaat. Namun, jika diberikan dalam bentuk beras dan penerima sudah cukup, mereka bisa menjualnya dengan harga lebih rendah, yang justru merugikan mereka.
Fatwa lembaga dunia, seperti Fatawa Qitha’ al-Ifta` Kuwait, telah membolehkan pembayaran zakat fitri dengan uang demi kemudahan dan kemaslahatan.
…يجوز إخراج القيمة لما فيها من التيسير على المزكي وعلى الفقير. )فتاوى قطاع الإفتاء بالكويت (1/ 181)
Artinya: …Boleh mengeluarkan harga (zakat fitri) karena ada kemudahan di situ baik pembayar zakat dan bagi orang fakir.
Ibnu Taimiyah memperbolehkan pembayaran zakat fitri dalam bentuk uang sebagai pengganti beras jika terdapat kebutuhan dan manfaat yang jelas. Ulama kontemporer lainnya, seperti Hisamuddin bin Musa ‘Afanah dalam Fatawi Yas`alunaka, juga menguatkan pendapat bahwa zakat fitri boleh dibayarkan dengan uang.
ومذهب الحنفية جواز إخراج القيمة ونقل هذا القول عن جماعة من أهل العلم منهم الحسن البصري وعمر بن عبد العزيز والثوري ونقل عنجماعة من الصحابة أيضاً وهذا هو القول الراجح إن شاء الله فتاوى يسألونك (1/ 89))
Mazhab Hanafi membolehkan mengeluarkan harga zakat fitri, hal ini juga dinukil dari pendapat segolongan ahli ilmu seperti al-Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul Aziz dan ats-Tsauri, juga dinukilkan dari segolongan sahabat. Pendapat ini yang kuat Inshaa Allah.
Hisamuddin ‘Afanah mendukung pendapat yang membolehkan zakat fitri dengan uang dan mengajukan empat argumen untuk memperkuatnya.
Ali Jum’ah juga berfatwa bahwa zakat fitri boleh dibayarkan dalam bentuk uang jika lebih bermanfaat bagi fakir miskin.
Syaikh Yusuf al-Qardhawi juga menegaskan bahwa tujuan utama zakat fitri bukan hanya memberikan makanan, tetapi memastikan fakir miskin tercukupi pada hari raya tanpa harus meminta-minta.
Di Indonesia, A. Qadir Hassan juga membenarkan pembayaran zakat fitri dengan uang senilai harga beras.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa zakat fitri dapat dibayarkan dalam bentuk uang atau beras.
Pendapat ini lebih fleksibel dalam proses pembayaran dan penyalurannya, serta lebih sesuai dengan kebutuhan penerima zakat. Dengan menerima beras dan uang, mustahiq mendapatkan manfaat yang lebih lengkap.
Sebaliknya, jika hanya menerima beras, ada kemungkinan mereka harus menjual sebagian dengan harga di bawah pasaran, yang justru bisa merugikan mereka.
Adapun pernyataan dari Syakh Hasan Abdul Bashir, yaitu:
“Pokok dalam membayar zakat fitri adalah memudahkan orang kaya dan memberi manfaat lebih bagi orang fakir”.
Pada masa Nabi dan sahabat, makanan pokok berupa biji-bijian itulah yang mudah didapatkan dan dengan itu akan menggerakkan jual beli dengan adanya tukar menukar karena sedikitnya peredaran uang kala itu. Uang Islam secara resmi diadakan pada masa Daulah Umawiyah tepatnya pada masa Abdul Malik bin Marwan, maka dari itu tidak heran kalau Imam Abu Hanifah membolehkan pengeluaran zakat dengan uang seperti dalam pembayaran zakat fitri dengan tetap menjaga maksud utama dari zakat yakni membahagiakan/membantu orang fakir.
(Muhammadiyah Jawa Tengah)