Yaman, mu4.co.id – Israel mendapatkan serangan-serangan dari musuh barunya yang berjarak cukup jauh, sekitar 2.200 kilometer di arah Selatan, yakni aktivis gerakan Ansarallah atau yang biasa disebut sebagai militan Houthi Yaman.
Bahkan Manuver-manuver Houthi juga membuat pendukung Israel, yaitu Amerika Serikat menjadi terancam.
Baca juga: Kapal Pengiriman Minyak dan Kargo Ini Dikawal Kapal Tempur Amerika Melewati Laut Merah
Sebelumnya, ketika Houthi menembak rudal ke Israel maka rudal itu harus melewati daratan Arab Saudi sehingga serangan menjadi sia-sia karena ditangkal oleh Arab Saudi terlebih dahulu.
Namun, Houthi tak tinggal diam. Mereka menyerang kapal-kapal bisnis yang berkaitan dengan Israel yang melewati Laut Merah di sebelah barat Yaman.
Seperti diketahui, jalur kapal terdekat antara Eropa adalah Terusan Suez yang menyambung ke Laut Merah, laut yang memisahkan antara Afrika dan Asia.
Perdagangan Israel sebagian tergantung dengan Laut Merah. Setelah Houthi menyita sejumlah kapal dan menyerang kapal lain dengan serangan drone, aktivitas di Eilat menurun sekitar 85 persen.
Menghadapi ancaman ini, perusahaan pelayaran internasional dan Israel memilih untuk mengambil rute panjang, yang dalam beberapa kasus memerlukan waktu tambahan 12 hari, untuk mencapai Israel dengan muatan mereka, sebuah pengalihan yang menghabiskan banyak biaya.
Sementara itu, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin melakukan perjalanan ke wilayah tersebut dan mengumumkan pembentukan satuan tugas angkatan laut multinasional yang akan ditempatkan di Laut Merah.
Meskipun ada pembicaraan mengenai koalisi yang mencakup Arab Saudi, Mesir, dan bahkan Uni Emirat Arab, satu-satunya negara Arab yang bergabung adalah Bahrain.
Robert Inlakesh analis politik dari Inggris mengatakan tanda-tanda pengaruh AS menurun telah terlihat.
“Hal ini penting karena AS gagal meyakinkan negara-negara besar di kawasan untuk bergabung, yang menunjukkan menurunnya pengaruh Amerika, namun juga meningkatkan status Ansarallah di Yaman,” kata Inlakesh dalam sebuah kolom komentarnya di Russia Today, Senin (25/12/2023).
Sebelumnya, gerakan Ansarallah Houthi ini merupakan pemberontakan yang berhasil merevolusi dan melengserkan Abdrabbuh Mansour Hadi pada tahun 2014.
Presiden Hadi kemudian kabur keluar negeri beberapa bulan setelah lengser.
Pemberontak Houthi kemudian mengambil alih dan beroperasi sebagai pemerintah de facto Yaman, namun belum mendapat pengakuan di PBB.
PBB malah mengakui ‘Dewan Kepemimpinan Presiden’ yang dibentuk di Riyadh, Arab Saudi, pada tahun 2022.
Meski kelompok ini tidak mendapat pengakuan internasional sebagai kekuatan pemerintahan Yaman, kelompok ini justru menguasai lebih dari 80% persen populasi.
Houthi mendapat dukungan dari dua pertiga angkatan bersenjata negara tersebut, dan menjalankan pemerintahan di Sanaa.
Sementara Barack Obama Presiden AS saat itu mendukung intervensi koalisi pimpinan Arab Saudi di Yaman pada tahun 2015.
Sejak itu, sekitar 377.000 orang tewas, sebagian besar akibat blokade mematikan yang diberlakukan terhadap sebagian besar penduduk negara tersebut.
Maka dari itu, Ansarallah Yaman tak bisa diremehkan, mereka merupakan kelompok “pemberontak yang disebut-sebut didukung Iran” di media korporat Barat selama bertahun-tahun.
Meskipun pemerintah negara-negara Barat berusaha tak peduli bahwa kelompok Yaman tidak signifikan, keputusan Washington baru-baru ini untuk membentuk koalisi angkatan laut multi-nasional untuk menghadapi Houthi adalah sebuah pengakuan bahwa mereka adalah kelompok yang besar.
Sebab, Ansarallah adalah satu-satunya gerakan Arab yang mengontrol aset negara dan tentara tetap yang berpartisipasi dalam perang yang sedang berlangsung dengan Israel.
Houthi kini menjadi musuh nyata bagi Israel dari arah Selatan. Meski mereka tak menyerang secara langsung daratan Israel layaknya Hizbullah, akan tetapi bisa menghancurkan ekonomi negara Yahudi tersebut.
Sumber: Tribunnews.com