Media Berkemajuan

8 Oktober 2024, 01:28

Kisah Pria Asal Karanganyar yang Jadi Penerjemah Khotbah Jumat di Masjid Nabawi

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Penerjemah di masjid Nabawi
Dzakwan Aisy Fajar Azhari, seorang penerjemah khotbah asal Karanganyar, Jawa Tengah [Foto: disway.id]

Madinah, mu4.co.id – Dzakwan Aisy Fajar Azhari, merupakan salah satu mahasiswa asal Karanganyar, Jawa Tengah yang menjadi penerjemah khotbah Jumat dengan bahasa Indonesia di Masjidilharam dan Masjid Nabawi.

Terjemahan khotbah tersebut dapat didengarkan secara live melalui radio, aplikasi, dan website. Untuk radio frekuensinya 99.0 FM (Masjid Nabawi) dan 90.50 (Masjidilharam). Untuk aplikasi ada mixir. Sedangkan website di https://manaratalharamain.gov.sa.

Untuk diketahui, pria 27 tahun itu merupakan salah satu dari 4 orang mahasiswa asal Indonesia dari Universitas Islam Madinah (UIM) yang dipercaya menjadi Penerjemah Khotbah Jumat. 3 orang lainnya bertugas di Masjid Nabawi, yaitu Haris Hermawan (mahasiswa S3 Jurusan Manajemen Pendidikan), Hanif Husin Achmad (mahasiswa S2 Jurusan Usul Fikih), Hirzi Sasmaya (mahasiswa S2 Jurusan Fikih).

“Yang di  Mekkah ada 1 orang yang non mahasiswa,” ujar Dzakwan kepada Tim Media Center Haji Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (MCH PPHI) di Masjid Nabawi Nabawi, dilansir dari disway.id, Sabtu (01/06/2024).

Baca juga: Menjadi Pengisi Kajian di Masjid Nabawi, Ustaz Ariful Bahri Bagikan Kisahnya!

Dzakwan dilahirkan dari keluarga yang sangat peduli pendidikan. Ayah dan ibunya pernah sekolah di Pendidikan Guru Agama (PGA). Ayahnya juga lulusan UIN Walisongo, Semarang. Ia pun berkuliah S1 dan S2 mengambil Jurusan Ilmu Hadis di UIM. Setelah sebelumnya menyelesaikan sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah di Karanganyar, kemudian dikirim orang tuanya ke Pondok Pesantren Imam Bukhori, Karanganyar. Dan setelah lulus Madrasah Aliyah, dirinya pun mendaftar ke UIM.

Diketahui tahun ini adalah tahun ketiganya menjadi penerjemah khotbah Jumat di  Masjid Nabawi Nabawi. Dzakwan menjelaskan ketika dirinya menerjemahkan khotbah, ia berada di salah satu ruangan di dekat pintu 9 Masjid Nabawi, yaitu ruangan yang dipakai untuk ruangan translator yang berukuran 15 x 5 meter. Di dalamnya seperti ruangan kerja redaksi di sebuah media massa.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa biasanya para penerjemah sudah mendapat naskah Khotbah sehari sebelum hari Jumat yakni hari Kamis, ia pun lantas membuat naskah versi terjemahannya ketika mendapatkan naskah tersebut. “Kadang-kadang saat khotbah ada improvisasi dari khotib. Jadi yang disampaikan tidak ada di naskah,” ujar mahasiswa yang sudah 7 tahun tinggal di  Madinah itu.

Ketika khotib berkhotbah, Dzakwan memakai headset untuk mendengarkan khotbah. Di depannya terdapat mikrofon dan laptop, yang dipakai untuk mencari ayat yang kadang-kadang tidak ada dalam teks tapi dibaca oleh khotib. “Bisa jadi ada improvisasi, khotib mengutip ayat yang tidak ada dalam naskah khotbah. Saya harus segera searching agar tidak salah dalam menerjemahkan ayat,” kata bapak satu anak itu.

Baca juga: Kunjungan Ke Raudhah Dibatasi 10 Menit. Ini Yang Harus Diperhatikan!

Selain itu, tugas Dzakwan juga menerjemahkan khotbah salat Idulfitri, Iduladha, dan pernah juga khotbah salat istiqa (minta hujan). “Kami juga menerjemahkan booklet dan pengumuman-pengumuman di Masjid Nabawi,” ujarnya.

Di dalam masjid juga ada layar informasi yang berbahasa Indonesia. Itu juga salah satu hasil kerja Dzakwan dan kawan-kawan. Ia pun terdaftar sebagai karyawan Direktorat Umum Urusan  Masjidilharam dan  Masjid Nabawi Nabawi, di bawah badan independen di bawah Kerajaan Arab Saudi yang bertugas mengurus  Masjidilharam dan  Masjid Nabawi.

Dzakwan dan tiga rekannya digaji setiap bulan. “Lumayan lah,” kata Dzakwan saat ditanya nominal gajinya. Yang jelas, lebih besar daripada uang sakunya sebagai mahasiswa UIM.

[post-views]
Selaras