Palangka Raya, mu4.co.id – Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya di Kalimantan Tengah (Kalteng) resmi menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Palangka Raya. Perubahan status itupun disambut antusias oleh akademisi dan tokoh penting di lingkungan kampus.
Salah satunya, Rektor IAIN Palangka Raya periode 2015-2019, Prof. Dr. Ibnu Elmi A.S. Pelu, SH, MH, menyampaikan kebanggaan atas pencapaian tersebut. Menurutnya, perubahan status itu merupakan bagian dari upaya memenuhi hak masyarakat Kalteng untuk memiliki perguruan tinggi Islam berstatus UIN dengan akreditasi unggul.
Ia menjelaskan bahwa proposal perubahan status menjadi UIN pertama kali diajukan tahun 2016. Sejak saat itu, proposal itu terus disempurnakan dari sisi persyaratan administratif maupun capaian akademik.
“Proposal UIN pertama kali dibuat tahun 2016, lalu terus disempurnakan dari waktu ke waktu, hingga akhirnya berhasil terwujud hari ini. Ini adalah hasil kerja keras bersama dan kepemimpinan yang visioner,” kata Prof. Ibnu dikutip dari Kalteng Pos, Senin (26/05/2025).
Dirinya pun mengajak seluruh pihak untuk menjaga dan merawat keberadaan UIN Palangka Raya, agar dapat memberikan manfaat seluas-luasnya bagi masyarakat. “Saya ucapkan selamat kepada kita semua. Mari kita rawat dan sebarkan manfaat UIN Palangka Raya ke seluruh penjuru, agar kehadirannya benar-benar memberi kontribusi nyata bagi pembangunan sumber daya manusia dan keislaman di Kalimantan Tengah,” pesannya.
Sementara itu, Rektor IAIN Palangka Raya periode 2019-2023, Prof. H. Khairil Anwar, mengungkapkan bahwa proses menjadi UIN sudah dimulai sejak 2019, namun syarat yang ditetapkan saat itu sangat tinggi.
Meskipun sudah tidak lagi menjabat saat keputusan keluar, Khairil mengaku bersyukur karena benih yang ditanam telah tumbuh dan berbuah. “Saya hanya menyampaikan bahwa semua ini proses panjang. Saya tidak mengklaim hasil akhirnya, tetapi saya ikut bahagia karena pernah menanamnya,” ucapnya.
Di samping itu, ia mengingatkan bahwa tugas sesungguhnya justru dimulai setelah menjadi UIN. Ia menyoroti tantangan besar yang kini dihadapi oleh mahasiswa dan dosen, terutama terkait kualitas lulusan pada era kemajuan teknologi. “Saya khawatir generasi sekarang terlalu mengandalkan teknologi seperti ChatGPT atau Al dalam menyusun makalah. Mereka lupa membaca buku, tidak datang ke perpustakaan, dan akhirnya kehilangan kemampuan analisis,” tuturnya.
la menekankan bahwa Al bukan musuh, tetapi harus digunakan secara bijak. “Kalau untuk membuat kerangka atau mendapatkan referensi, tidak masalah. Namun, isinya harus tetap dari pemahaman sendiri,” tegasnya.
Selain itu, Khairil juga menyebut lima kemampuan utama yang wajib dimiliki mahasiswa UIN, yaitu mampu berpikir kritis, berkreasi dan berinovasi, berkolaborasi, berkomunikasi, dan berkarakter, yang akan membuktikan kredibilitas UIN kepada khayalak.
Ia juga menyampaikan, UIN itu tidak hanya berkiprah di bidang akademik, tetapi juga berkiprah di bidang dakwah, karena dakwah merupakan bagian Integral dari misi kampus islam.”Kita tentu ingin menjadikan UIN ini dikenal, tidak hanya di tingkat nasional, tapi juga tingkat internasional. Karena itu, harus ada kolaborasi dan kerja sama,” pesannya.
Harus ada dakwahnya, baik dakwah bil-lisan (lisan), bil-kitabah (tulisan), maupun bil-hal (tindakan nyata). Harus dekat dengan masyarakat. Jangan cuma sibuk di akademik sampai ke scopus, tetapi tidak menyentuh masyarakat,” sambungnya.