Banjarmasin, mu4.co.id – Hukum Musik sudah ada di dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah, yakni Muhammadiyah tidak menghukumi musik secara mutlak haram, dan tidak secara mutlak membolehkan, tetapi berada dalam koridor tengah-tengah.
Hal tersebut disampaikan oleh Ustaz Mairiijani dalam ceramahnya. Ia mengatakan bahwa berada di tengah-tengah tersebut artinya dimana ada sesuatu yang hukumnya haram, ada sesuatu yang hukumnya makruh dan ada juga yang dihukumi diperbolehkan.
“Ada yang mengatakan bahwa hukum alat musik termasuk juga nyanyian adalah haram secara mutlak, ada juga yang membebaskan secara mutlak. Nah, Muhammadiyah dalam Majelis Tarjih berada dalam kelompok Mutawassith (kelompok tengah-tengah). Tidak menghukumi alat musik dan nyanyian adalah halal (boleh), tidak juga menghukumi alat musik dan nyanyian adalah haram,” ujarnya dikutip Senin (13/05/2024).
Untuk diketahui, Muhammadiyah memutuskan suatu perkara dikaji betul-betul secara komprehensif, kemudian setelah itu barulah muncul ketetapan yang terbagi menjadi 3 macam hukum terkait musik tersebut, diantara yaitu:
- Sunnah, jika musik tersebut menarik kepada kemanfaatan, dan keutamaan, misalnya membangkitkan keberanian di medan peperangan dan lainnya, maka hukum musik tersebut adalah sunnah.
- Makruh, jika musik tersebut hanya sekedar nyanyian semata atau menghabiskan waktu yang tidak ada kemanfaatan ataupun keutamaannya, serta tidak ada kemudharatannya, misalnya menghabiskan waktu seharian bermain musik tanpa ada manfaatnya maka hukumnya adalah makruh. Seperti yang disandarkan pada hadis nabi yang berbunyi “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat (HR. Tirmidzi).
- Haram, jika musik tersebut mendatangkan kemaksiatan, misalnya musik tersebut melalaikan untuk mengingat Allah SWT, atau bahkan mengarahkan seseorang untuk berbuat yang tidak baik, maka hukum musik tersebut adalah haram.
Baca juga: Pro-Kontra Polemik Hukum Musik, Begini Pendapat MUI!
Hukum tersebut ditetapkan Majelis Tarjih Muhammadiyah dikarenakan alat musik atau nyanyian tersebut berada diluar perkara ibadah. “Karena itu bukan perkara Aqidah, bukan pula dalam perkara ibadah, maka dikembalikanlah kepada kebiasaan, sepanjang tidak ada tuntunan atau keterangan baik dari Al-Qur’an maupun Hadist Nabi Muhammad SAW, yang secara khusus menyebutkan halal atau haramnya suatu perkara. Apalagi dalam persoalan dunia, atau juga muamalah,” ungkapnya.
“Jadi dalam masalah dunia atau juga muamalah, maka dalam hal ini kita melihat akan dalilnya, dengan memperhatikan ilat atau sebab-akibat dari turunnya ayat Al-Qur’an maupun Hadist Rasulullah SAW, dengan mengungkap makna apa yang ada di baliknya dengan sebaik-baiknya,” tambahnya.
Selain itu, Mairijani yang juga salah satu Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Kalimantan Selatan itu juga menyebutkan bahwa orang-orang yang mengharamkan musik itu berdalil pada QS. Lukman Ayat 6 yang berbunyi:
وَمِنَ النَّا سِ مَنْ يَّشْتَرِيْ لَهْوَ الْحَدِيْثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۖ وَّيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۗ اُولٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَا بٌ مُّهِيْنٌ
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”
Dimana berdasarkan ayat tersebut sebagian orang menganggap bahwa لَهْوَ atau percakapan kosong tersebut tertuju pada makna nyanyian termasuk juga musik. Sehingga dengan adanya pemaknaan tersebut, mereka secara mutlak mengatakan bahwa alat musik dan nyanyian itu adalah haram.
Baca juga: Pendapat UAH Soal Musik Mendapat Kritik Keras Ustaz Lain. Ketua PP Muhammadiyah Peringatkan Hal Ini!
Meski demikian, Ustaz Mairijani juga mengatakan bahwa pemaknaan pada ayat tersebut juga tidak sepenuhnya benar, karena kata لَهْوَ tersebut juga terdapat dalam QS. Al-Jumuah ayat 11,” ungkapnya.
Allah SWT berfirman:
وَاِ ذَا رَاَ وْا تِجَا رَةً اَوْ لَهْوًاٱنْفَضُّوْۤا اِلَيْهَا وَتَرَكُوْكَ قَآئِمًا ۗ قُلْ مَا عِنْدَ اللّٰهِ خَيْرٌ مِّنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَا رَةِ ۗ وَا للّٰهُ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَ
“Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, “Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,” dan Allah Pemberi Rezeki yang terbaik.”
“Jika kata لَهْوَ diartikan sebagai musik, apakah dalam surat diatas mereka sedang bermain musik? Tidak, melainkan makna dari لَهْوَ dalam ayat tersebut adalah permainan. Jadi pemaknaan dari kata لَهْوَ tersebut adalah hal-hal yang melalaikan seseorang daripada mengingat Allah SWT,” jelasnya.
Jadi hukum musik itu sebenarnya bukan ijma‘ (mayoritas ulama sependapat), melainkan ikhtilat yaitu perbedaan pendapat dikalangan ulama.
“Jika musik tersebut bercampur dengan hal-hal yang jelas diharamkan seperti misalnya zina serta minuman keras, maka itulah yang menjadikan musik tersebut menjadi haram, tetapi ketika musik tersebut tidak melalaikan kita untuk mengingatkan kepada Allah SWT, dan justru membuat kita melakukan hal-hal baik, maka hukum musik tersebut adalah mubah (boleh) atau bahkan bahkan disunnahkan,” tutupnya.
Ceramah lengkapnya bisa ditonton dalam video di bawah ini:
https://www.youtube.com/live/4C3ntsTFMWk?si=ypiTHT2xfIiAdzA0