Media Berkemajuan

2 Desember 2024, 19:32

Pro-Kontra Polemik Hukum Musik, Begini Pendapat MUI!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Ketua MUI bidang Seni, Budaya, dan Peradaban Islam, Jeje Zaenudin [Foto: inisiatifnews.com]

Jakarta, mu4.co.id – Polemik terkait hukum musik dan lagu kembali ramai di media sosial dalam sepekan terakhir, hingga terdapat komentar-komentar yang berlebihan dan menjurus saling menjelekkan antar kelompok yang pro dan kontra di media sosial.

Adapun polemik dan perdebatan hukum musik tersebut berawal dari penerjemahan Surat Asy Syuara sebagai “Surat Para Penyair” yang diidentikan dengan “para pemusik” oleh salah seorang pendakwah.

Menanggapi hal tersebut, Ketua MUI bidang Seni, Budaya, dan Peradaban Islam, Jeje Zaenudin meminta masyarakat untuk menyudahi dan mengakhiri polemik hukum musik yang kini sudah tidak produktif dan saling serang pribadi. Menurutnya hal tersebut hanyalah mendaur ulang perdebatan masalah fikih klasik yang sudah ada berabad-abad sebelumnya. Hanya saja menurutnya, polemik yang terjadi beberapa minggu ini menjadi tidak produktif karena sudah saling mencela dan menghakimi.

“Menurut hemat saya meskipun ada manfaatnya, tetapi perdebatan itu tidak produktif dan tidak memberi solusi. Malah berdampak pro-kontra di kalangan masyarakat awam yang diikuti dengan saling mencela dan menghakimi antara yang pro dan kontra, sebagaimana bisa dibaca dalam komentar-komentar di medsos dari masing-masing pihak,” katanya, Senin (06/05/2024).

Baca juga: Pendapat UAH Soal Musik Mendapat Kritik Keras Ustaz Lain. Ketua PP Muhammadiyah Peringatkan Hal Ini!

Lebih lanjut, Ketua Persatuan Islam (Persis) itu juga menyampaikan bahwa adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama sejak jaman dulu itu menunjukkan bahwa masalah musik dan lagu tidak ada dalil yang pasti dan tegas, Karena jika ada dalil yang pasti, jelas, dan tegas dari Al-Quran, hadits, ataupun Ijma’, ia mengatakan tidak mungkin terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama sejak jaman dulu.

“Semua dalil yang dijadikan sandaran bersifat zhanny dalalah yang penafsirannya bersifat ijtihady subjektif. Oleh sebab itu sepatutnya kita semua bersikap tasamuh atau toleran terhadap pendapat yang berbeda. Sungguh suatu sikap arogan dan tidak bijak ketika memaksakan kepada semua orang untuk tunduk dan hanya mengikuti pendapat madzhab kelompoknya yang diklaim paling benar,” ungkapnya.

Padahal dirinya mengatakan yang pasti dan disepakati keharamannya oleh semua ulama adalah segala musik dan lagu yang isinya mengandung, mendorong atau menyebabkan pelaku dan pendengarnya melakukan maksiat, berbuat dosa, mengerjakan kefasikan dan kekufuran, baik secara iktikadnya, ucapannya, maupun perbuatannya.

“Tidaklah bijak jika saat ini kita terus mendaur ulang perdebatan dan polemik, apalagi membangun narasi dan opini destruktif yang terkesan meningkatkan fanatisme kepada pengikut masing-masing kelompok,” tambahnya.

Selain itu, pria kelahiran 1969 itu juga menerangkan bahwa keindahan juga sifat dan perkara yang dicintai Allah. Dan musik adalah ekspresi fitrah manusia tentang keindahan suara dan nada sebagaimana keindahan model pakaian, arsitektur bangunan, lukisan, dan lain sebagainya.

“Maka menjadi tugas para ulama kita memberi solusi, bimbingan, dan arahan kepada umatnya, bagaimana perkembangan seni dan budaya itu berada dalam relnya sebagai ekspresi fitrah naluriah yang Allah karuniakan kepada manusia, agar tidak melanggar akidah dan syariah agama-Nya,” jelas Kiai Jeje.

Sumber: Hidayatullah.com

[post-views]
Selaras