Rafah, mu4.co.id – Pemimpin Houthi, Abdel Malek al-Houthi mengklaim pesawat jet tempur pengintai milik Amerika Serikat (AS) dan Inggris bekerja sama dengan Israel untuk mempersiapkan ‘pembantaian’ di Rafah, Gaza selatan.
“Pesawat-pesawat pengintai milik Amerika Serikat dan Inggris berada di garis depan, mereka tampak mempersiapkan rangkaian aksi kriminal berdarah yang ingin dilakukan oleh musuh Israel,” jelas Malek, Selasa (13/02/2024).
Seperti yang diketahui sebelumnya, Amerika dan Inggris merupakan sekutu dari Israel.
Berdasarkan data dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), selama periode 2010-2022 ada 39 kontrak pengiriman senjata dari Amerika ke Israel yang nilainya mencapai 9,8 miliar dolar AS.
Baca juga: Tak Ada Tempat Aman Bagi Warga Sipil Gaza, Bahkan di Rafah
Hal serupa juga dilakukan Inggris, beberapa tahun terakhir Inggris aktif memberikan dukungan kepada Israel untuk melakukan serangan ke Gaza. Bahkan beberapa waktu lalu Inggris menyatakan siap untuk mengirim bala bantuan kepada Israel bila mereka membutuhkannya.
Oleh karena itu lah para pimpinan Houthi menganggap bahwa kedatangan AS dan Inggris ke Rafah adalah untuk membantu Netanyahu melancarkan serangannya.
Dilain hal, pasca Israel meningkatkan serangannya ke Rafah, 2,3 juta pengungsi menyatakan tidak akan meninggalkan daerah tersebut meskipun adanya operasi darat ke daerah Rafah tersebut.
“Kami akan mati di sini. Kami tidak akan bermigrasi ke Sinai di Mesir. Mereka memaksa kami keluar rumah dengan mengebom, jika tidak, kami tidak akan pergi,” kata Raid al-Shurafa, warga Gaza berusia 62 tahun.
Penolakan yang serupa juga dikatakan oleh warga Gaza lain, Ezhar Hamdi. Menurutnya ia lebih baik mati di tanah kebanggaan Gaza dari pada meninggalkan Rafah.
“Apakah tidak cukup bagi mereka untuk mengusir dari tanah kami? Kami tidak menerima, dan dimukimkan kembali di Sinai. Dimanapun kami berada, kemanapun kami pergi, mereka melakukan kejahatan terhadap kami, dan tidak ada yang peduli,” tegasnya.
Sumber: tribunnews.com















