Jakarta, mu4.co.id – Bhima Yudhistira, Ekonom yang juga menjabat sebagai Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), menentang rencana dari kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) guna mewujudkan program makan siang gratis.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa pasangan Prabowo-Gibran unggul dalam quick count Pilpres 2024 dan keduanya telah berjanji untuk melaksanakan program makan siang gratis jika berhasil memenangkan pemilihan tersebut.
Bima mengatakan, pengurangan subsidi bisa menjadi pemicu terjadinya inflasi. “Khawatir bisa memicu lonjakan inflasi, khususnya kenaikan harga bahan pangan,” ucap Bhima, dikutip dari Tempo, Senin (19/2).
Bhima menyatakan bahwa mengurangi subsidi BBM dapat mengakibatkan tertekannya daya beli masyarakat yang masih bergantung pada subsidi energi. Selain itu, risiko peningkatan tingkat kemiskinan juga harus diperhatikan. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam melaksanakan kebijakan ini.
Baca Juga: Kampanye Akbar Prabowo Dihadiri Hampir 600 Ribu Orang Kemarin!
“Karena kalaupun subsidi energi saat ini dinikmati kelas menengah, misalnya, itu pun ada implikasinya ke tekanan pengeluaran transportasi kelompok menengah,” ucapnya.
Rencana Prabowo untuk menyelenggarakan program makan siang gratis diyakini memerlukan anggaran sekitar Rp 400 triliun. Rencana untuk memotong subsidi BBM guna mendukung program tersebut menjadi topik hangat di media sosial X. Ini terjadi setelah Eddy Soeparno, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran saat diwawancara oleh Bloomberg TV pada Kamis (15/2), mengumumkan rencana pemotongan subsidi BBM.
Dalam wawancara, Eddy membahas alokasi subsidi yang tidak tepat sasaran. Dia menyoroti bahwa anggaran sebesar Rp 350 triliun anggaran pemerintah untuk subsidi solar dan LPG 3 kg ternyata lebih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi.
Namun baru-baru ini, Eddy membantah rencana pemotongan subsidi BBM, menyatakan bahwa Prabowo-Gibran ingin mengevaluasi pemberian subsidi energi agar lebih tepat sasaran untuk masyarakat yang membutuhkannya, seperti masyarakat miskin dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Baca Juga: Anak Asal Trenggalek Ini Tulis 40 Buku Hingga Tembus ke Amerika!
“Subsidi yang tidak tepat sasaran akan dievaluasi dan penghematannya dapat dialokasikan untuk pembiayaan program APBN lainnya,” papar Eddy.
Eddy menegaskan bahwa dia tidak pernah mengutarakan rencana pemotongan subsidi BBM. Namun, ia menekankan perlunya mengevaluasi penyaluran subsidi energi untuk memastikan bahwa bantuan tersebut mencapai sasaran yang tepat.
“Saya kan Pimpinan Komisi VII di DPR RI. Jadi, saya cukup paham dengan kebijakan energi nasional, termasuk masalah subsidi energi,” ucap Eddy.
Sumber: Tempo