Media Utama Terpercaya

29 Mei 2025, 13:34
Search

Ayam Goreng Widuran Solo Diketahui Non-Halal Setelah 52 Tahun , Muhammadiyah dan MUI Minta Langkah Tegas Hukum!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Ayam goreng widuran
Rumah makan Ayam Goreng Widuran Solo. [Foto: BBC]

Solo, mu4.co.id – Ayam Goreng Widuran, rumah makan legendaris di Solo yang berdiri sejak 1973, dikenal dengan olahan ayam kampung khas Jawa. 

Pelanggan setia menilai cita rasa Ayam Goreng Widuran tetap konsisten dan telah menjadi bagian bersejarah dalam perjalanan kuliner Kota Solo.

Namun, baru-baru ini restoran tersebut menjadi sorotan setelah terungkap bahwa menunya tergolong non-halal, memicu kekecewaan di kalangan konsumen Muslim.

Karyawan bernama Ranto mengungkapkan bahwa informasi soal status non-halal baru disampaikan secara terbuka setelah muncul keluhan pelanggan yang viral di media sosial.

Baca Juga: Waspada! Penemuan Produk Makanan Bersertifikat Halal Mengandung Babi, Apa Saja?

“Udah dikasih pengertiannya non-halal. Ya karena viralnya, dikasih pengertian non-halal kremesnya itu. Beberapa hari yang lalu,” ungkap Ranto dikutip dari Kompas, Selasa (27/5).

Ranto menyebut bahwa sebagian besar pelanggan mereka selama ini adalah non-muslim. Kini, manajemen telah menambahkan label “NON-HALAL” di berbagai media komunikasi, seperti papan reklame, akun Instagram, dan Google Maps.

label non-halal telah terpasang di rumah makan Ayam Goreng Widuran. [Foto: TribunSolo]

Manajemen Ayam Goreng Widuran juga telah menyampaikan permintaan maaf secara resmi melalui akun Instagram mereka, @ayamgorengwiduransolo.

Tanggapan Muhammadiyah dan MUI

Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menilai penyajian makanan non-halal tanpa keterangan melanggar UU Jaminan Produk Halal. Ia menyayangkan restoran yang sudah berdiri sejak 1973 itu tidak transparan sejak awal.

“Kami sangat menyayangkan sikap dari pihak pengelola restoran karena mereka sudah berjualan 52 tahun lamanya, tetapi tidak membuat keterangan yang secara eksplisit mencantumkan status tidak halal di outlet maupun pada platform daring mereka,” ujar Anwar Abbas.

Anwar mengkritik restoran yang baru mencantumkan label non-halal setelah protes warganet, dan menduga pengelola sengaja tidak bersikap jujur kepada konsumen sejak awal.

“Bagaimana duduk masalahnya bila dilihat dari perspektif UU Jaminan Produk Halal (UUJPH) yang sudah diundangkan pada tahun 2014. Bisa si pelaku berkilah dia tidak tahu tentang adanya hukum yang dia langgar? Hal ini tentu tidak bisa diterima,” tegasnya.

“Semestinya pihak restoran memberi tahu para pelanggannya, apakah secara verbal atau tertulis, tentang status non-halal dari produk ayam goreng yang mereka jual, tetapi ternyata hal itu tidak terjadi,” tambah Anwar.

Baca Juga: BPJH Dorong Sertifikasi Halal ke Pelaku Usaha Warteg, Tambah Daya Tarik Usaha!

Anwar menekankan bahwa kasus ini tidak bisa diabaikan dan harus ditindak secara hukum demi melindungi hak konsumen Muslim.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Ni’am Sholeh, juga mengecam kelalaian tersebut dan menilai hal ini bisa mencoreng citra Solo sebagai kota yang religius dan inklusif.

“Kalau tidak dilakukan langkah cepat, bisa merusak Kota Solo yang religius dan inklusif. Kasus Widuran ini contoh pelaku usaha yang culas dan tidak jujur yang bisa merusak reputasi Kota Solo,” kata Ni’am.

Ni’am menilai pelanggaran ini merugikan konsumen dan bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap kuliner serta pariwisata Solo. Ia mendesak pemerintah daerah untuk mengambil tindakan tegas guna mencegah dampak lebih lanjut.

“Aparat pemerintah harus melakukan langkah tegas, tidak boleh abai, untuk menanggapi kasus tersebut,” ucapnya.

(Kompas)

[post-views]
Selaras