Media Berkemajuan

27 Juli 2024, 11:06

Syekh Nawawi al-Bantani, Ulama Berjuluk Imam Dua Kota Suci ini Pernah Dipercaya Menjadi Imam Masjidil Haram

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Syekh Nawawi al Bantani
Syekh Nawawi al Bantani, ulama berjuluk Imam dua kota suci yang pernah menjadi imam Masjidil Haram [Foto: qotrunnada]

Jakarta, mu4.co.id – Sebelumnya kita telah mengangkat tulisan tentang Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama besar asal Minangkabau Sumatera Barat yang pernah didaulat menjadi Imam dan khatib di Masjidil Haram selama 15 tahun.

Kali ini kita akan kembali mengulas biografi salah seorang ulama besar asal Serang, Banten, Indonesia yang juga pernah mendapat kepercayaan menjadi Imam masjidil Haram Mekah, dia adalah Syekh Nawawi al-Bantani Rahimahullah.

Dikutip dari Wikipedia, Syekh Nawawi lahir di Kampung Tanara Desa Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa (sekarang Kecamatan Tanara), Kabupaten Serang, Banten pada tahun 1230 Hijriyah atau 1815 Masehi, dengan nama Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin ‘Arabi al-Bantani.

Dia adalah sulung dari tujuh bersaudara dan merupakan generasi ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Banten Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Nasabnya melalui jalur Kesultanan Banten ini sampai kepada Nabi Muhammad ﷺ.

Baca juga: Inilah Sosok Ulama Indonesia yang Pernah Menjadi Imam Masjidil Haram

Syaikh Nawawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara, Serang dan dikaruniai 3 orang anak: Nafisah, Maryam, Rubi’ah. Sang istri wafat mendahului dia.

Sejak berusia lima tahun, Syekh Nawawi sudah belajar ilmu agama Islam langsung dari ayahnya Syekh Umar bin Arabi al-Bantani yang juga seorang Ulama terkemuka di Banten.

Pada usia delapan tahun bersama kedua adiknya, Syekh Nawawi berguru kepada K.H. Sahal, salah seorang ulama terkenal di Banten saat itu

Di usianya yang belum genap lima belas tahun, Syekh Nawawi telah mengajar banyak orang, sampai kemudian ia mencari tempat di pinggir pantai agar lebih leluasa mengajar murid-muridnya yang kian hari bertambah banyak. Baru setelah usianya mencapai lima belas tahun, Syekh Nawawi menunaikan ibadah haji dan kemudian berguru kepada sejumlah ulama masyhur di Mekah saat itu.

Setelah tiga tahun bermukim di Mekah, Syekh Nawawi pulang ke Banten sekitar tahun 1828 Masehi. Sampai di tanah air dia menyaksikan praktik-praktik ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan penindasan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda terhadap rakyat.

Baca juga: Begini Persyaratan dan Aturan Menjadi Imam Masjidil Haram

Tak ayal, gelora jihadnya pun muncul. Syekh Nawawi kemudian berdakwah keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap penjajah sampai pemerintah Belanda membatasi gerak-geriknya, antara lain melarang berkhutbah di masjid-masjid. 

Setelah ada tekanan pengusiran dari Belanda, akhirnya Syekh Nawawi kembali ke Mekah, tepat ketika terjadinya puncak Perlawanan Pangeran Diponegoro pada tahun 1830. Begitu sampai di Mekah dia segera kembali memperdalam ilmu agama dari guru-gurunya.

Syekh Nawawi menetap di Syi’ib ‘Ali, Mekah dan mengajar di halaman rumahnya. Hingga semakin lama jumlah muridnya kian banyak bahkan datang dari berbagai penjuru dunia. 

Bahkan K.H. Hasyim Asyari, Jombang (Pendiri Nahdlatul Ulama) dan K.H. Ahmad Dahlan, Yogyakarta (Pendiri Muhammadiyah) pernah pula menjadi muridnya.

Baca juga: Tokoh Inilah Yang Menginspirasi Bergantinya Nama Ahmad Dahlan

Nama Syekh Nawawi al-Bantani semakin masyhur hingga dia ditunjuk sebagai Imam Masjidil Haram, menggantikan Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi atau Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. 

Syekh Nawawi dipercaya menjadi pengajar di Masjidil Haram, Mekah kurang lebih selama 10 tahun, dari tahun 1860 hingga 1870.

Syekh Nawawi banyak menanamkan pemikiran kepada murid-muridnya tentang kemerdekaan dan kebebasan dari penjajahan terutama kolonialisme Belanda. Sehingga hal ini menjadi kekhawatiran serius dari pemerintahan Belanda di Indonesia. Sampai-sampai diutus penasihat pemerintah Belanda, Christian Snouck Hurgronje untuk berkunjung ke Mekah pada tahun 1884 – 1885 bertujuan untuk meneliti kegiatan ulama Indonesia yang tergabung dalam komunitas al-Jawwi di Mekah.

Karena kemasyhurannya, Syekh Nawawi al-Bantani kemudian dijuluki Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam yang Mumpuni ilmunya), A’yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain, (Imam ‘Ulama Dua Kota Suci).

Syekh Nawawi wafat di Mekah, Hijaz pada tanggal 25 Syawal 1314 Hijriyah atau 1897 Masehi di usia 82 tahun dan dimakamkan di pemakaman Ma’la, Mekah bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, Asma΄ binti Abû Bakar al-Siddîq.

Pada tahun 2023 dicetuskan pembuatan film yang bercerita tentang Syekh Nawawi al-Bantani.

[post-views]
Selaras