Jakarta, mu4.co.id – Bos Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Bimo Wijayanto, menegaskan bahwa pajak tidak hanya ditargetkan dari pedagang online. Setidaknya ada tiga sumber penerimaan yang sedang difinalisasi oleh DJP Kementerian Keuangan.
“Kita sedang merencanakan dan sedang memfinalisasi beberapa kebijakan yang terkait dengan (pertama) pengenaan pajak transaksi atas aset kripto dan juga (kedua) penunjukan lembaga jasa keuangan untuk bullion. Lalu (ketiga), juga digitalisasi dari transaksi luar negeri melalui platform luar negeri,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, dikutip dari CNN, Rabu (16/7).
Dirjen Bimo menyebut pelaksanaan kebijakan pajak transaksi digital telah menghabiskan Rp8,62 miliar, namun masih dibutuhkan tambahan dana hingga total Rp10,33 miliar.
Baca Juga: Menkeu Berencana Kenakan Pajak Untuk Pedagang e-Commerce
Selain itu, DJP juga akan memperkuat pengawasan dan penegakan hukum untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Ia menjalin kolaborasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, KPK, serta aparat penegak hukum dari berbagai kementerian dan lembaga (K/L).
“Kami mengawasi kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kombinasi antara illegal activities, kemudian underground economy, yang mana di dalam kegiatan-kegiatan penegakan hukum tersebut kami memastikan pasti ada bagian dari kewajiban perpajakan yang belum bisa di-collect. Nah, di situ kami masuk. Kemudian juga kita masuk kepada join audit untuk pemeriksaan wajib pajak dan optimalisasi penegakan hukum yang berkeadilan,” jelasnya.
Direktorat Jenderal Pajak resmi memberlakukan pajak bagi pedagang online, dengan pemungutan dilakukan oleh platform e-commerce. Aturan ini tertuang dalam PMK Nomor 37 Tahun 2025, yang menetapkan PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen bagi pedagang online dengan omzet tahunan di atas Rp500 juta.
(CNN)