Makkah, mu4.co.id – Pemerintah Kerajaan Arab Saudi mencanangkan target fantastis untuk menampung hingga 5 juta jamaah haji pada 2030.
Hal ini sejalan dengan Vision 2030, Saudi sedang mempersiapkan pengelolaan haji dan umrah secara digital, efisien, dan berskala besar—dengan target 5 juta jemaah haji per tahun dan 30 juta jemaah umrah.
Angka itu naik hampir tiga kali lipat dibanding jumlah jamaah haji tahun 2025 ini yang mencapai sekitar 1,67 juta orang dari seluruh dunia.
Jamaah haji Indonesia berpotensi bertambah jika skema ini terealisasi. Saat ini saja jemaah haji reguler Indonesia mencapai 203.320. Jika ditambah dengan jemaah haji khusus jumlahnya menembus 220.000. Sebelumnya di tahun 2024 Indonesia memperoleh kuota haji tertinggi sebesar 241.000 jemaah.
Untuk mewujudkan target tersebut, berbagai pembenahan besar-besaran akan dilakukan terhadap infrastruktur ibadah haji, khususnya di kawasan Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) yang kerap mengalami kepadatan tinggi saat puncak pelaksanaan ibadah haji.
“Kami dapat informasi bahwa Mina akan dibangun delapan lantai, tidak pakai tenda lagi. Jalan layang juga akan ditambah. Ini membuka kemungkinan baru dalam pelayanan haji,” ujar Menteri Agama RI Nasaruddin Umar.
Baca juga: Tahapan Haji 2026 Sudah Dirilis, Pengajuan Visa Ditutup Pada 1 Syawal, Ini Tahapannya!
Selain itu, pemerintah Saudi juga berencana melakukan pelebaran area sekitar Ka’bah, pemotongan bukit di sekitar Masjidilharam, hingga pembangunan jalan baru dan jalan layang menuju Muzdalifah dan Mina. Tempat Jamarat (tempat lempar jumrah) tengah direncanakan akan direnovasi menjadi lima lantai. Serta area Sa’i antara Shafa dan Marwah juga akan diperluas.
Tantangan Bagi Penyelenggara Ibadah Haji RI
Anggota Timwas Haji DPR RI Marwan Dasopang memperingatkan pentingnya kesiapan Badan Penyelenggara Haji Indonesia dalam menghadapi rencana ambisius Saudi yang menargetkan jumlah jemaah haji mencapai lima juta orang pada tahun 2030.
Ia menekankan, jika hal itu berarti membuka sistem haji secara mandiri tanpa pengawasan negara, maka bisa membahayakan perlindungan terhadap jemaah Indonesia di luar negeri.
Oleh karena itu Marwan meminta Badan Penyelenggara Haji (BPH) Indonesia yang akan mengelola keberangkatan jemaah Indonesia mulai tahun depan, tidak hanya bersikap reaktif.
“Kita minta badan penyelenggara haji mengevaluasi dan menangkap keinginan Saudi. Kalau Saudi tidak ingin ada jemaah ilegal di sana, berarti kita harus pastikan semua jemaah Indonesia tercatat dan terlindungi,” ujarnya dilansir emedia.dpr.go.id, Selasa (15/7).
Baca juga: Pesan Deputi Kemenhaj Saudi Kepada PPIH, Persiapkan Haji 2026 Sedari Awal
Lebih lanjut Marwan khawatir target lima juta jemaah di tahun 2030 itu bisa saja diwujudkan lewat sistem haji mandiri, bahkan dengan pembelian kuota langsung melalui aplikasi.
“Kalau aplikasi ini betul-betul bebas dipakai orang untuk berhaji tanpa filter dari pemerintah Indonesia, ini berbahaya. Kita tidak tahu siapa yang berangkat. Tidak ada datanya,” kata Marwan.
Situasi ini, menurutnya, sangat rawan. Sebab, perlindungan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri adalah amanat Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Tanpa data resmi dan koordinasi antarnegara, upaya perlindungan bisa lumpuh total.
“Oleh karena itu, pemerintah Indonesia, melalui badan haji, harus mulai memikirkan solusi. Perangkat apa yang harus disiapkan, dan kesepakatan apa yang harus dibangun dengan pemerintah Saudi sejak dini,” tegas Marwan
Marwan berharap Indonesia tidak hanya menjadi penonton dari sistem besar yang tengah dibangun Saudi, melainkan ikut terlibat aktif dalam merancang perlindungan dan kenyamanan jemaah Indonesia di masa depan.