Media Berkemajuan

14 September 2024, 03:43

Rupiah Terus Menurun Dari Dolar AS, Ini Upaya Yang Akan Dilakukan BI

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Ilustrasi [Foto: DBS Bank]

Jakarta, mu4.co.id – Nilai tukar rupiah terus tertekan seiring waktu oleh gejolak ekonomi global, seperti tingginya suku bunga acuan Bank Sentral AS, The Fed, yang berada di level 5,25%-5 50%.

Menurut Direktur Kebijakan Ekonomi & Moneter BI Juli Budi Winantya, kerentanan rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh tingginya ketergantungan Indonesia pada transaksi internasional menggunakan dolar.

Defisit transaksi berjalan Indonesia pada kuartal II-2024 sebesar US$ 3 miliar atau 0,9% dari PDB, menunjukkan kebutuhan dolar lebih tinggi daripada pasokannya. 

Jika kebutuhan dolar seimbang dengan pasokan, rupiah akan lebih stabil, mirip dengan stabilitas nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi yang naik pesat di India.

Baca Juga: Nilai Rupiah Sentuh Hingga Rp16.000 per Dolar AS. Apa Sebab dan Akibatnya?

“Kalau India itu surplus dia ekspornya lebih besar dari impornya, baik ekspor barang, jasa, manufaktur, dan lain-lain itu lebih besar,” ungkap Juli, dikutip dari CNBC, Selasa (27/8).

“Sehingga, kalau Fed Fund Rate menguat, semua negara kena. Tapi, dampaknya ke perekonomian yang beda. Kayak India, dia punya valas cukup, dolar menguat atau melemah enggak akan banyak pengaruhi mereka karena supply dolar di mereka cukup besar,” ucapnya.

Juli menegaskan bahwa selama neraca transaksi berjalan masih defisit, pemenuhannya harus bergantung pada aliran modal asing melalui investasi portofolio. 

Namun, investasi portofolio ini merupakan “hot money” atau mudah keluar masuk, sehingga tidak memberikan kestabilan pada pasokan dolar.

“Makanya dari dulu sampai sekarang digencarkan structural reform, bagaimana memperkuat ekspor, bagaimana mengurangi ketergantungan impor, dan BI mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengharuskan transaksi dengan rupiah,” kata Juli. 

Untuk mengatasi masalah tersebut, Juli menjelaskan bahwa BI sedang berupaya mengurangi ketergantungan transaksi dengan dolar dan memperkuat kinerja ekspor guna meningkatkan pasokan valuta asing.

Baca Juga: Dolar Terus Naik, Ini Tanggapan Menteri Keuangan Sri Mulyani!

Salah satu langkahnya adalah mendorong penggunaan mata uang lokal dalam transaksi dengan mitra dagang utama, melalui kebijakan local currency settlement (LCS) atau local currency transaction (LCT). LCS/LCT sendiri merupakan upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang utama, terutama dolar AS, demi menjaga pergerakan nilai tukar rupiah.

Selain itu, pemerintah dan BI juga mendorong para pelaku usaha untuk menyimpan dolar hasil ekspor mereka di sistem keuangan domestik, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Barang Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).

Juli menegaskan bahwa defisit transaksi berjalan bukan berarti Indonesia sembarangan dalam melakukan impor barang dan jasa. Impor tersebut sering kali berupa barang modal dan bahan baku yang dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian domestik.

“Impor barang modal itu kita melihatnya sesuatu yang bukan harus kita khawatirkan secara berlebihan, karena ini impor barang modal untuk meningkatkan kapasitas ekonomi,” ucapnya.

(CNBC, Insight Kontan)

[post-views]
Selaras