Tanjung, mu4.co.id – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Tabalong mengungkapkan terdapat 130 Kepala Sekolah (Kepsek) masih dijabat oleh Pelaksana Tugas (Plt), terdiri dari 83 TK, 39 SD dan 8 SMP.
“Untuk SD rata-rata karena kepsek definitifnya pensiun dan meninggal dunia,” terang Kepala Bidang Pembinaan SD, Masdulhak Abdi, dilansir dari banjarmasinpost.co.id, Rabu (19/11/2025).
Oleh karena itu, Abdi menjelaskan untuk sementara harus diisi Plt karena adanya aturan terbaru mengenai proses pengangkatan kepsek yakni Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025, yang mana Disdikbud Tabalong tidak bisa lagi langsung mengangkat guru penggerak menjadi kepsek. Namun karena masih Plt, kewenangannya tidak sama dengan kepsek definitif dan secara fokus juga masih terbagi dengan tugas utama yakni mengajar.
“Plt ditunjuk agar tidak terjadi kekosongan kepemimpinan di sekolah,” ujarnya.
Diketahui, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui surat surat bernomor 1615/B3/GT.03.00/2025 tanggal 25 September 2025 menegaskan tidak boleh ada lagi Plt Kepsek per 31 Desember 2025, dan pemerintah daerah diminta untuk segera melakukan penetapan kepsek.
Terkait surat terbaru dari Kemendikdasmen tersebut, Abdi mengatakan pengisian kepsek definitif sedang berproses dan dipastikan bisa terisi sebelum 31 Desember 2025. “Sudah ada 50 guru yang menyelesaikan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Bakal Calon Kepala Sekolah (BCKS),” ujarnya.
Tidak hanya di Tabalong, Dinas Pendidikan Banjarbaru juga mencatat hingga saat ini, terdapat 22 sekolah di satuan pendidikan dibawah Disdik Banjarbaru seperti TK, SD, SMP yang dijabat Plt. Adapun Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tanah Laut juga mengungkapkan tercatat sebanyak 49 plt kepala sekolah pada jenjang SD. Dan 7 di jenjang SMP. Di Kabupaten Banjar juga terdapat 68 dari total 374 kepala SD masih berstatus Plt.
Seorang Plt kepsek, bahkan mengeluh. Ia mengaku diminta menjalankan semua fungsi kepsek, namun otoritas formal sering dipertanyakan, terkait urusan anggaran atau kebijakan pengembangan sekolah. Akibatnya, sejumlah proses strategis seperti perencanaan anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pembinaan guru, hingga penataan sumber daya manusia (SDM) sering berjalan lambat.
“Posisi kami seperti digantung. Kadang ketika harus menandatangani dokumen penting, ada pihak yang ragu menerima karena status kami ‘sementara’. Padahal pekerjaan harus tetap dijalankan,” ungkapnya.














