Bangka Belitung, mu4.co.id – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Prof Dr. KH M. Asrorun Niam Sholeh, M. A menjabarkan poin penting yang dirumuskan dalam Ijtima Ulama Ke-VIII Komisi Fatwa MUI yang digelar di Bangka Belitung, Selasa-Jumat (28-31/05/2024).
Dari rumusan atau hasil ijtima ulama tersebut ditetapkan beberapa poin penting yang telah menjadi pembahasan, salah satunya termasuk kecaman keras atas perlakuan genosida yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
Berikut beberapa poin penting yang dijabarkan dalam pembahasan hasil Ijtima Ulama ke-8 MUI yaitu:
1. Menentang Genosida
Terkait dengan prinsip membela kemerdekaan bangsa dan menentang segala bentuk penjajahan negara atau pihak yang melakukan agresi, genosida atau penjajahan atas suatu bangsa. Hal ini adalah pengingkaran dan penghianatan terhadap komitmen kemerdekaan serta bertentangan dengan hukum internasional.
“Komitmen kewarganegaraan kita dijamin oleh konstitusi. Jika ada institusi yang melakukan pendukungan terhadap aktivitas zionisme Israel, misalnya, dan juga segala bentuk institusi yang melakukan tindakan kejahatan itu adalah tindak penghianat terhadap konstitusi dan juga terhadap kemanusiaan,” papar KH. Asrorun Niam.
Dalam hal itu juga dibahas tentang kewajiban negara untuk menghentikan kerjasama langsung maupun tidak langsung dengan negara agresor atau yang pihak yang terafiliasi dengan penjajahan. Ditegaskan juga bahwa negara bisa memberikan sanksi kepada pihak yang mendukung simpati dan kerjasama dengan penjajah.
“Memperhatikan kondisi pembantaian massal yang sangat biadab dan genosida yang terang benderang di Gaza Palestina, maka Pemerintah Indonesia harus memprakarsai bantuan militer bersama negara-negara lain, terutama negara-negara Islam (OKI) untuk menghentikan kekejaman dan kebiadaban Zionis Israel,” lanjutnya.
2. Hubungan Antar Umat Beragama
Terkait dengan hubungan antar umat beragama secara proporsional sesuai kaidah keagamaan. Poin ini juga membahas fiqih salam lintas agama dan fiqih toleransi dalam perayaan agama lain.
“Mengenai toleransi dan moderasi yang diklasifikasikan menjadi dua ada dimensi akidah lakumdinukum waliyadin. Saling menghargai antar agama tanpa mencampur adukkan agama atas nama toleransi. Dan dalam hal muamalah, perbedaan agama tidak menjadi halangan untuk menjalani kerjasama dalam hal berbangsa bernegara secara harmonis rukun dan damai,” jelas Asrorun.
Baca juga: Fatwa MUI: Salam Lintas Agama Bukan Bagian Toleransi
3. Akhlak Berbangsa dan Bernegara
Terkait dengan panduan akhlak dan etika penyelenggaraan agama. “Ini juga kelanjutan dari hasil ijtima sebelumnya yang memberikan panduan akhlak bangsa dan bernegara dalam konteks bernegara dimana agama dan moral harus menjadi penuntun dalam setiap aktivitas bersosial dan bernegara,” jelasnya.
Asrorun Niam juga menegaskan pentingnya etika dalam penyelenggaraan negara. Penegakan etika tidak sama dengan penegakan hukum. Pendekatan etika tidak sama kepada prosedur hukum formal. Bisa saja secara hukum dia tidak melanggar tetapi dinilai bertentangan etika moral maka itu mencederai amanah yang diberikan.
4. Mendorong Pemerintah yang Bersih
Terkait dengan ketentuan perundangan untuk mendorong ketentuan yang baik agar segera ditetapkan, termasuk rancangan UUD tentang perampasan aset menuju pemerintah yang bersih. “Menguatkan apa yang sudah baik,” ujar Asrorun Niam.
Selain itu, Poin ijtima ulama juga membahas surat edaran Mahkamah Agung (MA) yang menegaskan larangan kepada seluruh hakim terkait mencatatkan perkawinan beda agama. Karena bertentangan dengan hukum, terlebih bertentangan dengan hukum syariat. Selain 4 poin penting tersebut, masih banyak hal yang dibahas dan menjadi inti dari hasil ijtima ulama.
Sumber: detik.com