Jakarta, mu4.co.id – Wisuda di jenjang TK hingga SMA menuai polemik sebab dianggap membebani orang tua dari sisi pembiayaan.
Terlebih di media sosial warganet juga ramai meminta wisuda tersebut ditiadakan saja karena dinilai acara wisuda cukup diadakan di perguruan tinggi.
Menanggapi polemik ini, Ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sumardiansyah Perdana Kusuma buka suara mengenai tren wisuda yang diselenggarakan mulai dari jenjang pendidikan TK sampai SMA.
Baca Juga: Demi Capai Sekolah Standar Internasional, Guru Banjarmasin Akan Disekolahkan ke Inggris
Ia berpendapat, pada dasarnya kelulusan seseorang bukan diukur dari perayaan, melainkan proses dan hasil yang diperoleh sebagai bagian dari pengalaman penuh makna di masa sekolah.
Kusuma berharap seseorang bisa melakukan refleksi mengenai sejauh mana pencapaian kompetensi mereka bisa tumbuh dan berkembang untuk kemudian bisa berguna dalam kehidupan nyata. “Semisal untuk anak PAUD. TK dan SPS (Satuan PAUD Sejenis), rasanya belum terlalu urgen seusia mereka yang menempuh masa pendidikan selama 1 atau 2 tahun sampai dibuatkan semacam wisuda,” ucapnya saat dikonfirmasi awak media, Sabtu 17 Juni 2023.
Menurutnya, penyelenggaraan wisuda bagi anak-anak sekolah harus dilihat secara bijaksana.
Lebih lanjut, Kusuma mengatakan sejauh ini masih banyak ditemukan penyelenggaraan wisuda di sekolah yang mengarah pada pemaksaan terhadap anak atau orangtua untuk membayar dengan nominal tertentu.
Penyelenggaraan wisuda berpotensi menimbulkan diskriminasi baru karena adanya pungutan yang diminta tidak mampu dipenuhi oleh siswa dari keluarga yang tidak mampu.
“Kalau itu dilakukan dengan cara memaksa akan berpotensi menciptakan penyimpangan dalam hal pengelolaan anggaran sekolah,” terangnya.
Meskipun demikian, dia menyebut bahwa pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dapat mengambil titik tengah. Caranya, tidak perlu melarang wisuda sekolah tetapi mengaturnya.
Baca Juga: Desak Ketum Mundur, 18 Pengurus PGRI Sampaikan Mosi Tidak Percaya
Sebagai solusi, pemerintah dapat membuat pedoman penyelenggaraan wisuda agar tak menimbulkan polemik. Misalnya dengan mengakomodasi karakteristik sekolah negeri dan swasta, dikelola dengan transparan dan akuntabel.
“Prinsip utamanya wisuda jangan sampai mengarah kepada perilaku hedonis, memaksa dan membebani orang tua, menciptakan diskriminasi, dan memberi peluang terjadinya pungutan liar. Selama prinsip-prinsip tersebut tidak dilanggar, maka wisuda kalau mau diadakan ya sah-sah saja.” pungkasnya.
Sumber: viva.co.id