Jakarta, mu4.co.id – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu menegaskan bahwa ojek online dan penjual pulsa tidak dikenakan pungutan pajak penghasilan (PPh) 22 pedagang online.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak lain sebagai Pemungut Pajak Penghasilan serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
Baca Juga: Selain Pedagang Online, Bos DJP Juga Incar Pajak dari 3 Sumber Ini!
“Ojol ini tidak dipungut, termasuk pengecualian,” ungkap Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama, dikutip dari CNN, Rabu (23/7).
Yoga menegaskan bahwa penjual pulsa dan kartu perdana tidak dikenai PPh 22 oleh marketplace karena sudah diatur dalam PMK 6/2021 yang mengatur pajak atas penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer.
Pengecualian Pemungutan Pajak Tak Hanya Pada Ojol dan Penjual Pulsa
Emas perhiasan, emas batangan, perhiasan non-emas, serta batu permata yang dijual oleh produsen atau pedagang juga tidak dikenai pungutan pajak. Hal yang sama berlaku untuk pengalihan hak atas tanah dan bangunan, serta penjualan oleh pedagang yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh.
Tarif pajak bagi pedagang online ditetapkan sebesar 0,5% dari peredaran bruto, yakni pendapatan kotor sebelum potongan, di luar pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Baca Juga: Menkeu Berencana Kenakan Pajak Untuk Pedagang e-Commerce
PMK Nomor 37/2025 menyebutkan bahwa pedagang online dikenai pajak jika menerima penghasilan melalui rekening keuangan dan bertransaksi menggunakan IP atau nomor telepon Indonesia.
“Termasuk pedagang dalam negeri sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), yaitu perusahaan jasa pengiriman atau ekspedisi, perusahaan asuransi, dan pihak lainnya yang melakukan transaksi dengan pembeli barang dan/atau jasa melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik,” demikian tertulis pada Pasal 5 Ayat (2) soal sasaran pedagang online yang dipungut pajak.
Penghasilan pedagang online dikenai pajak jika peredaran brutonya melebihi Rp500 juta per tahun, sesuai Pasal 6 Ayat (6) PMK 37/2025. Pedagang harus menyampaikan surat pernyataan beserta bukti ke marketplace tempat mereka berjualan, paling lambat di akhir bulan saat omzet melewati batas tersebut.
Setelah surat diserahkan, sesuai Pasal 7 Ayat (3), marketplace wajib mulai memungut PPh Pasal 22 di bulan berikutnya.
(CNN)