Jakarta, mu4.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan fokus menggeledah banyak lokasi sejak kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024.
Menaggapi hal itu, A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Abdul Muhaimin meminta KPK untuk tidak ragu menggeledah tempat terkait kasus tersebut, agar penyidikan kasus dugaan korupsi terkait kuota haji dapat diusut hingga ke akar-akarnya.
“KPK jangan ragu untuk melakukan penggeledahan di tempat-tempat yang diduga kuat terkait dengan kasus korupsi kuota haji tahun 2023-2024, walaupun tempat tersebut dianggap sakral sekalipun oleh pengikutnya,” kata Abdul, dilansir dari Antara, Kamis (21/08/2025).
Selain itu, ia juga menyarankan agar KPK memeriksa seluruh pihak terkait kasus tersebut, termasuk kalangan organisasi kemasyarakatan keagamaan. Pasalnya, panitia penyelenggaraan ibadah haji dinilai melibatkan ormas keagamaan.
“Jadi, diperiksa saja orang-orang yang terlibat dan turut mencari keuntungan dalam dugaan korupsi kuota haji 2023-2024, yakni dari kalangan ormas keagamaan. Justru dengan begitu, bisa membantu ormas keagamaan dalam menjaga kehormatan dan citra dirinya,” ujar Abdul.
Dirinya pun mengingatkan agar penetapan tersangka kasus tersebut tidak diumumkan dalam jangka waktu yang lama oleh KPK. “Lamanya penetapan tersangka bisa menyebabkan para pihak terkait saling melindungi dengan memanipulasi barang bukti dan mencari perlindungan,” terang Abdul.
Baca juga: Korupsi Kuota Haji Sebabkan Antrean 8.400 Jemaah Reguler Jadi Lebih Lama!
Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024, pada 9 Agustus 2025. Kemudian pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 1 triliun lebih. KPK juga mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri yang salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 %, sedangkan 92 % untuk kuota haji reguler.