Media Berkemajuan

9 Oktober 2024, 03:01

Parenting: Parent Think, Mengapa Penting? (Bagian 2)

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Ilustrasi Keluarga [Foto: freepik.com]

Banjarmasin, mu4.co.id – Mendidik dan mengajar, apa bedanya?

Mendidik sendiri pada dasarnya ialah menularkan, bukan mentransfer. Sehingga keteladanan adalah parenting, dan modal penularan adalah ketulusan. Semakin tulus kita, maka daya tularnya semakin tinggi. Berbeda dengan pengajaran yang memerlukan ilmu pengajaran. Setulus-tulusnya guru di sekolah, sebenarnya tidak akan lebih baik ketulusannya menjadi orang tua.

Modal berikutnya adalah apapun yang kita lakukan, adalah kita sadari, hayati, dan rasakan. Sangat berbeda antara modelling (mencontoh, meneladani) dengan imitasi (meniru). Menjadi model berarti menjadi teladan, bukan menjadi imitator, meniru.

Islam sendiri mengingatkan kita tidak hanya meniru (Al-Isra: 36). Mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan adalah meniru, dan ternyata meniru sangat dilarang dalam islam. Selama ini kita tiru meniru dalam mendidik anak, bukan menjadi teladan tetapi menjadi imitator. Maka, Yah dan Bunda memiliki kedua modal dalam parenting: ketulusan dan menghayati, meyakini dan merasakan dengan penuh kesadaran.

Mendidik lebih berperan pada peran ayah (murabbi), mengasuh lebih pada peran ibu (hadhonah), dan mengajar adalah peran sebagai guru. Kata kuncinya, mendidik adalah untuk sebuah upaya perubahan perilaku.

Maka, parenting menjadi penting karena kita ingin ada perubahan perilaku. Oleh sebab itu, dalam parenting kita memahami sebagai proses upaya untuk melakukan perubahan. Sebagian besar perubahan yang kita inginkan adalah melalui keteladanan orang tua. Gagalnya orang tua dalam berperan, menjadi awal kegagalan dalam menjadi teladan.

Ketika keteladanan di rumah menjadi kacau, maka ini adalah benih-benih kekacauan pendidikan anak kita selanjutnya.

Kedua, perubahan harus mengubah perilaku dan relative permanen. Untuk melakukan perubahan maka kita meyakini atas izin Allah dan perubahan itu terjaga permanen. Maka muncul istilah hafidz, sesungguhnya adalah menjaga perilaku secara permananen (hafadho). Dan perubahan harus secara permanen jika dilakukan dengan kesadaran.

Mengapa kata kuncinya dalam sebuah perubahan perilaku harus permanen?

Karena perubahan dilakukan harus berdasarkan sistem kesadaran. Maka sesuatu yang dibangun hanya kebiasaan maka relatif tidak awet. Contohnya dalam sebuah proses, mengingat dapat dibedakan menjadi dua: memorizing (menyiman data di kepala) dan remembering (menyimpan makna dihati). Sedangkan yang diminta Islam adalah perubahan berkesadaran, yang terjadi pada sistem kesadaran.

Mendidik, mengasuh, dan mengajar sebagai perilaku parenting dasarnya adalah pengalaman manusia itu sendiri. Uniknya, yang bisa mengalami dan belajar hanyalah manusia. Makhluk lain seperti binatang tidak mampu mengalami, sehingga  mereka tak dapat belajar dari apa yang dilakukan. Hanya manusia yang bisa belajar dari apa yang dilakukan. Karena manusia memiliki sistem kesadaran, sistem keyakinan, dan sistem penghayatan.

Inilah sesungguhnya parenting. Dalam istilah HRD ada pengalaman subjektif dan pengalaman objektif. Pengalaman subjektif adalah yang mampu menghayati dan memaknai dari apa yang dikerjakan, bukan sekedar lamanya melakukan pekerjaan (jumlah waktu).

Maka menyambut kurikulum paradigma baru “merdeka” dalam pendidikan kita, sebenarnya berbicara tentang bukan mata pelajaran tetapi bicara tentang pengalaman apa yang bisa dilakukan sehingga memiliki pengalam subjektif dalam belajar siswa. Kesadaran dan pengalamana akan mampu merubah perilaku yang relatif lama.

Dalam konteks parenting, maka pembentukan nilai-nilai melalui kepengasuhan. Sementara dalam aspek pengetahuan dan kecakapan peran pengajaran di sekolah dilakukan oleh guru. Sehingga peran ayah sebagai pendidik, sementara bunda sebagai pengasuh.

Apa bedanya pendidik dan pengasuh?

Ayah berperan sebagai pendidik maksudnya adalah ia yang memulai perubahan melalui eksplorasi potensi dan memakmurkkan (imarah). Sementara fungsi bunda adalah ri’ayah, yaitu merawat, menjaga, melindungi, dan memelihara. Maka sangat wajar di ujung lisan sang bunda selalu muncul protektif, ragu-ragu, dan mencegah. Inilah fungsi bunda sebagai pengasuh.

Bersambung .…

(Semarang, 4 November 2022. Penulis seorang Aktivis Pendidikan dan Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah 10 Banjarmasin).

[post-views]
Selaras