Jakarta, mu4.co.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi usulan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi untuk menjadikan vasektomi sebagai syarat penerimaan bantuan sosial (bansos) hingga beasiswa, yang ramai menuai polemik.
Diketahui hal itu diusulkan karena banyak keluarga tidak mampu melahirkan dengan cara operasi sesar yang bisa menelan biaya yang besar. “Jangan berbaring reproduksi hanya perempuan. Perempuan jangan menanggung beban reproduksi, sabab nu beukian mah salakina. Harus laki-laki. Kenapa harus laki-laki? Karena misalnya nanti umurnya banyak masalah. Misalnya lupa minum pilnya atau lainnya,” ucap Dedi, beberapa waktu lalu.
Merespon hal tersebut, Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh menyatakan bahwa vasektomi haram jika dilakukan untuk tujuan pemandulan permanen, kecuali dalam kondisi tertentu yang memenuhi lima syarat ketat berdasarkan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tahun 2012.
“Kondisi saat ini, vasektomi haram kecuali ada alasan syar’i seperti sakit dan sejenisnya,” ungkap Guru Besar UIN Jakarta itu dikutip dari laman resmi MUI, Kamis (01/05/2025).
Baca juga: Menag Ungkap Alasan MUI Haramkan Investasi Setoran Haji untuk Biayai Jemaah Lain
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Abdul Muiz Ali menambahkan kelima syarat itu yang pertama yakni vasektomi dilakukan untuk tujuan yang tidak menyalahi syariat Islam. Kedua, vasektomi tidak menyebabkan kemandulan permanen.
“Ketiga, ada jaminan medis bahwa rekanalisasi bisa dilakukan dan fungsi reproduksi pulih seperti semula. Keempat, tidak menimbulkan mudharat bagi pelakunya. Kelima, vasektomi tidak dimasukkan ke dalam program kontrasepsi mantap,” kata kata ulama yang akrab disapa Kiai AMA tersebut.
Di sisi lain, Abdul memahami memang ada rekanalisasi untuk pengembalian fungsi setelah vasektomi. Namun, menurutnya praktik itu tidak menjamin 100 persen fungsi reproduksi kembali. Karenanya, MUI meminta kepada pemerintah agar tidak mengkampanyekan vasektomi secara terbuka dan massal.
Seperti yang dikatakan Wakil Ketua Lembaga Kesehatan Majelis Ulama Indonesia (LK-MUI), Dr.dr. Bayu Wahyudi SpOG. Ia tidak menyarankan pria melakukan vasektomi untuk mencegah kehamilan, karena menurutnya saat ini, keberhasilan rekanalisasi (penyambungan kembali) pasca vasektomi masih rendah, sehingga jika sudah melakukan vasektomi, akan permanen tidak bisa mempunyai anak.
“Rekanalisasi untuk melakukan penyambungan kembali selang yang telah dibungkus atau dipotong mempunyai risiko yang cukup tinggi, karena berpotensi tidak tersambung dengan sempurna,” ujar Bayu, Sabtu (03/05/2025).
Baca juga: MUI Haramkan Penggunaan LPG dan BBM Subsidi Untuk Orang Kaya. Ini Penjelasannya!
Lebih lanjut, Bayu menjelaskan bahwa vasektomi adalah prosedur bedah kecil yang dilakukan pada pria untuk mencegah kehamilan, dengan cara memotong atau menyumbat vas deferens, yaitu saluran yang terletak di dalam skrotum, yang berfungsi membawa sperma dari testis ke penis. “Sehingga yang keluar itu hanya cairan maninya saja, tapi spermanya tidak membuahi telur. Jadi vasektomi itu vas deferen melibatkan atau mekanisme penjepitan dengan karet atau bisa juga dipotong,” jelasnya.
Bayu menyebut cara ini memang sangat efektif untuk mencegah kehamilan, namun sebaiknya dihindari dan memilih metode kontrasepsi lain dengan cara efektif seperti ayudi, spiral, maupun injeksi yang lainnya, karena metode ini bersifat permanen dan vasektomi merusak organ-organ tubuh, sehingga dilarang dalam Islam.
Bayu juga menerangkan Komisi Fatwa MUI telah mengeluarkan fatwa terkait vasektomi sejak 1979 yang menyatakan vasektomi hukumnya haram, karena pemandulan adalah aktivitas yang membatasi ketetapan Allah terkait reproduksi manusia.
(mui.or.id)