Media Utama Terpercaya

3 Juli 2025, 09:41
Search

MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah, Ini Alasannya!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah
MK Putuskan Pemilu Nasional-Daerah Dipisah [Foto: Antara]

Jakarta, mu4.co.id – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah dipisah mulai 2029, seperti yang tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Hal tersebut berarti, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden. Sedangkan, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Wakil Ketua MK, Saldi Isra menyampaikan, dilakukannya hal itu sebab MK mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sejak Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019. Selain itu, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.

“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi, Kamis (26/06/2025).

Baca juga: Sri Hartono Ajukan Gugatan ke MK, Minta Usia Pensiun Guru Diperpanjang Jadi Segini!

Selain itu, dalam pertimbangannya MK juga menjelaskan, persoalan daerah cenderung tenggelam jika pemilihan DPRD provinsi dan kabupaten/kota digabung dengan pemilihan nasional yang memilih presiden-wakil presiden dan DPR. Hal ini disebabkan oleh partai politik, kontestasn, hingga pemilih yang lebih fokus terhadap pemilihan presiden dan anggota DPR.

“Masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu/masalah pembangunan di tingkat nasional yang ditawarkan oleh para kandidat yang tengah bersaing untuk mendapatkan posisi politik di tingkat pusat dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden,” ujar Saldi.

Sementara itu, dari sisi pemilih, MK menilai waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah yang berdekatan berpotensi membuat masyarakat jenuh. dan tidak fokus. Hal ini disebabkan oleh pemilih yang harus mencoblos lima jenis kertas suara dalam satu waktu, mulai dari presiden-wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

“Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum,” ujar Saldi.

Kendati demikian, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah. Namun, pihaknya mengusulkan pilkada dan pileg DPRD dapat digelar paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.

“Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota,” jelasnya.
(kompas.com)

[post-views]
Selaras
Populer
Terkini