Bandung, mu4.co.id – Seorang dosen di Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Nila Armelia Windasari, S.A., M.B.A, Ph.D, berhasil meraih gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) ketika berusia 27 tahun.
Dirinya dilahirkan dari keluarga lingkungan guru, seperti kedua orang tua, kakek, dan mertuanya adalah seorang guru. Karenanya tidakk heran kegiatan belajar-mengajar bukanlah hal baru baginya, karena itulah membuatnya merasa nyaman ketika menjadi seorang dosen.
Meski demikian, dosen dengan jabatan fungsional lektor tersebut juga menyebut bahwa hal yang paling disukainya ketika menjalani profesi tersebut adalah belajar dari mahasiswa.
“Terutama ketika di SBM dan di level postgraduate, dari diskusi di kelas, saya belajar sesuatu dari mereka, dari pengalaman dan praktik mereka yang tentu industrinya bervariasi. Dan ketika bisa membantu mereka untuk belajar lebih dalam, buat saya itu rewarding,” katanya, Selasa (30/04/2024), dilansir dari itb.ac.id.
Baca juga: Masih Muda, Dosen UIR Ini Jadi Guru Besar Bidang Teknik Geologi Termuda di Indonesia
Diketahui saat masih SMA, Nila mengikuti program akselerasi, dan dalam mendapatkan gelar sarjananya ia menempuh 7 semester di Universitas Airlangga Surabaya. Kemudian melanjutkan studi S2 (gelar master) dalam 3 semester di Asia University, Taiwan-Cina. Dan terakhir studi S3 (doktor) ia jalani di National Tsing Hua University, Hsinchua, Taiwan, di usianya ke 27 tahun.
Untuk diketahui sebelumnya dosen yang mengajar di SBM ITB sejak tahun 2018 itu juga sempat menjadi dosen di Universitas Terbuka di Taiwan selama 4 tahun. Dan hingga kini ratusan mahasiswa sudah dibimbingnya. Menariknya, beliau mengingat tesis dari setiap mahasiswa yang dibimbingnya, karena prinsipnya yang tidak hanya ingin mahasiswa sekadar lulus tetapi tercipta solusi untuk masalah dalam topik yang dibahas.
“Tesis di MBA itu problem solving yang riil, bukan hanya hypothetical. Itu permasalahan yang riil dari perusahaan yang mereka bawa. Penting bagi mereka untuk betul-betul bukan hanya selesai tapi masalahnya solved,” tuturnya.
“Ketika dia berhasil memecahkan, itu adalah achievement buat dia, bukan hanya untuk saya. Jadi, tidak hanya sebuah pertanda bahwa tugas akhir itu diselesaikan, tapi bahwa permasalah riil itu bisa dia selesaikan dan bisa diaplikasikan, buat saya itu penting,” tambahnya.
Dengan menjadi bagian di SBM ITB, dirinya mengaku mendapatkan standar mengajar yang cukup menantang. Misalnya, setiap tugas harus diberikan tanggapan. “Itu yang akhirnya saya pegang sampai sekarang bahwa kita tidak boleh asal memberi tugas kemudian dibiarkan. Setiap tugas harus diberikan feedback,” ujarnya.
Sebagai informasi, saat ini beliau banyak membimbing mahasiswa magister dan sarjana, dan kini diketahui tengah membimbing 2 mahasiswa program doktor.
Terakhir ketika ditanya mengenai kesan dalam mengajar mahasiswa, dirinya mengatakan mempunyai kepuasan jika apa yang diajarkan dapat bermanfaat. “Menurut saya, tidak hanya saya, tapi semua pengajar pasti akan punya kepuasan tersendiri ketika apa yang diajarkan itu betul-betul bermanfaat. Kalau bahasa orang Islam itu berkah. Jadi, berkahnya itu panjang,” katanya.
Sumber: itb.ac.id