Media Utama Terpercaya

8 Juli 2025, 20:07
Search

Masjid Sayyidush Shuhada, Saksi Pertempuran 700 Kaum Muslimin Melawan 3.000 Kaum Quraisy di Kaki Gunung Uhud

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Masjid Sayyidush Shuhada
Masjid Sayyidush Shuhada (Masjid Penghulu Para Syuhada) di jabal Uhud [Foto: krjogja]

Madinah, mu4.co.id – Masjid Sayyidush Shuhada (Masjid Penghulu Para Syuhada) atau disebut juga Masjid Jabal Uhud, semula dinamakan Masjid Al Fasah (memberi tempat, membuka jalan, keluasan). Karena di tempat ini menjadi saksi bagaimana gigihnya pertempuran 700 kaum muslimin berperang melawan 3.000 kaum Quraisy.

Masjid ini terletak di kaki Gunung Uhud, sekitar 7 km di sebelah utara Masjid Nabawi atau ditempuh berkendaraan selama 10 menit. 

Gunung Uhud adalah tempat terjadinya Perang Uhud, salah satu pertempuran penting dalam sejarah Islam, dimana di tempat itu terdapat makam 70 syuhada yang gugur pada pertempuran di Jabal Uhud.

Gunung dengan tinggi 1.077 meter dengan panjang 7 km dan lebar hampir 3 km ini terdiri dari batuan vulkanik yang unik, meliputi granit hijau tua, hitam dan merah, Dacite abu-abu muda, dan Rhyolite merah-merah muda.

Dr. Wadi’e Qashqari, Direktur Departemen Survei Geologi Otoritas Geologi Saudi menyatakan, bebatuan di Gunung Uhud memiliki tingkat kekerasan level tertinggi dan hampir tidak berubah bentuk dari masa ke masa.

Baca juga: Masjid al-Ijabah, Jadi Saksi Saat Rasulullah Berdoa Memohon 3 Permintaan Kepada Allah dan Hanya 2 yang Dikabulkan!

Dan tidak seperti gunung-gunung atau bukit-bukit lainnya di Madinah yang sambung menyambung dengan gunung atau bukit lainnya, gunung Uhud ini berdiri sendiri sehingga penduduk Madinah menyebutnya sebagai Jabal Uhud (gunung atau bukit yang menyendiri).

Jabal Uhud di kota Madinah, gunung atau bukit yang menyendiri [Foto: sindonews]

Di tempat ini juga terdapat Jabal Rumat atau Jabal Rumah yakni bukit tempat pasukan pemanah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat Perang Uhud. 

Dalam sejarahnya tentara kaum Quraisy dan sekutunya yang dipimpin oleh Abu Sufyan berangkat dari Makkah ke Madinah untuk menyerang kaum muslimin sebagai serangan balasan atas kekalahan yang sebelumnya dialami kaum Quraisy dalam Perang Badar, yang terjadi pada tahun kedua Hijriah.

Kaum muslimin kemudian menghadang mereka di sekitar lereng Gunung Uhud. Pada tanggal 15 Syawal 3 H atau sekitar bulan Maret 625 M terjadilah Perang Uhud. Sebenarnya perang Uhud bukanlah perang yang seimbang, mengingat jumlah pasukan kaum muslim hanya 700 orang sedangkan pasukan Kafir Quraisy Mekah mencapai 3.000 orang.

Semula pasukan kaum muslimin saat itu berjumlah 1.000 orang namun dihasut oleh Abdullah pimpinan kaum munafikin dari Madinah. Sehingga sebanyak 300 orang kaum munafik saat itu mundur dari medan perang, menyisakan 700 orang kaum muslimin yang tetap maju berperang.

Namun dengan strategi perang yang cerdas pada mulanya kaum muslimin mampu menguasai medan pertempuran.

Baca juga: Masjid Al-Muhrim di Zulhulaifah, Tempat Miqat Jemaah. Berawal dari Perjanjian Hudaibiyah yang Dilanggar Kaum Quraisy

Dengan cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abdullah bin Jubair radhiyallahu anhu bersama dengan 50 pemanah naik ke atas sebuah bukit bernama Jabal Rumat. Mereka bertugas menembakkan panah ke arah pasukan kafir Quraisy dari atas bukit. Strategi itu jitu dan tidak terpikirkan oleh kaum Quraisy. Pasukan Quraisy kewalahan menangkis serangan anak-anak panah yang dilepaskan kaum muslimin. Mereka terdesak mundur dan meninggalkan beragam barang bawaan dan peralatan perang.

Sebenarnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berpesan kepada pasukan pemanah agar tidak turun bukit apapun yang terjadi, baik menang ataupun kalah. Tetapi, ketika mereka melihat kaum Quraisy mundur meninggalkan barang rampasan perang (ghanimah) yang berserakan di bawah bukit rummah. Pasukan pemanah ini mengira pertempuran telah berakhir dan mereka telah menang. Mereka mulai menuruni bukit dan mengambil harta rampasan tersebut.

Melihat kejadian ini Khalid bin Walid yang kala itu belum masuk Islam, lalu membawa pasukannya mundur ke belakang bukit Uhud dan memutarinya. Setelah itu, mereka kembali dan menyerang pasukan pemanah kaum muslimin dari belakang. Pasukan muslimin pun terpojok dan riwayat menyebutkan 70 orang kaum muslimin gugur sebagai syahid.

Peta pergerakan perang Uhud

Salah satunya yang gugur di medan Perang Uhud, yakni Hamzah bin Abdul Muthalib. Pria yang dijuluki Singa Allah tersebut tak lain dan tak bukan merupakan paman dari Rasullullah sekaligus saudara sepersusuan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Komplek makam ini kini dipagar keliling cukup tinggi sehingga para peziarah hanya bisa melihat ke dalam dari balik pagar.

Ketika itu, kaum muslimin di ambang kekalahan usai mendapatkan serangan balik dari kaum kafir Quraisy. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami beberapa luka, termasuk gigi geraham yang patah terkena lemparan batu, bibir bawah yang sobek, serta luka di dahi dan kening mengucurkan darah. Selain itu, rantai topi besi yang melindungi wajah beliau menembus pipi dan beberapa sahabat berusaha membantu mencabutnya, kemudian dicabut oleh Abu Ubaidah bin Jarrah dengan giginya hingga copot karena sangat dalamnya besi tersebut menancap pada wajah beliau. Beberapa sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar juga menjadikan tubuhnya sebagai perisai untuk melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari gempuran pasukan Quraisy.

Baca juga: Masjid Masy’aril Haram di Muzdalifah, Tempat Ketika Rasulullah Pernah Salat Disini Saat Haji Wada’

Kaum Quraisy mulai menyebar kabar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggal. Sehingga membuat sebagian kaum muslimin tertunduk lesu. Lalu Anas bin an-Nadhr tampil di hadapan orang-orang seraya berkata, “Apa yang membuat kalian duduk-duduk saja?”

Mereka berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah terbunuh.”

Anas berkata, “Wahai kalian semua, kalaupun Muhammad telah terbunuh, maka sesungguhnya Rabb Muhammad tidaklah terbunuh. Lalu apa yang akan kalian lakukan dalam kehidupan ini sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berperanglah sebagaimana beliau berperang dan matilah sebagaimana beliau mati.”

Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung di celah batu yang berada di atas gunung Uhud. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan mencari tempat aman melewati lereng Gunung Uhud dikawal Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair, Al-Harits bin Ash-Shammah, dan sejumlah sahabat lainnya.

Celah di Gunung Uhud tempat Rasulullah bertahan saat terkepung [Foto: pwmu.co]

Rombongan berjalan lagi sampai berada di suatu tempat di lereng bukit. Tiba-tiba pasukan berkuda Quraisy mendaki gunung. Di antara pasukan berkuda adalah Khalid bin Walid. Rasulullah memerintahkan melawan. Umar bin Khathab bersama sahabat lainnya menghadapi musuh yang datang ini hingga Khalid dan teman-temannya terjungkal dan mundur.

Dalam perang uhud ini, banyak kaum muslimin yang syahid dan terluka. Tetapi ini tak berarti bahwa umat Islam kalah perang, karena umat Islam masih menguasai medan perang. Bahkan keesokan harinya mereka masih mengejar kaum Quraisy sampai di Hamra’al-Asad (gunung merah di selatan Madinah) yang berjarak delapan mil dari Kota Madinah untuk menunjukkan kekuatan umat Islam dan bahwa mereka tidak terpengaruh dengan apa yang terjadi, hingga akhirnya kaum Quraisy memilih pulang kembali ke Mekkah.

Baca juga: Masjid Al-Ghamamah, Dulunya Tanah Lapang Tempat Pertama Kali Rasulullah Salat Idul Fitri dan Istisqa’

Setelah perang benar-benar berakhir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mengubur jenazah para syahid di lokasi perang lembah Gunung Uhud. 

Gunung Uhud ini memiliki kesan mendalam di hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai-sampai Beliau begitu mencintainya. Sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik ia berkata:

صحيح مسلم ٢٤٦٨: و حَدَّثَنِيهِ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْقَوَارِيرِيُّ حَدَّثَنِي حَرَمِيُّ بْنُ عُمَارَةَ حَدَّثَنَا قُرَّةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ نَظَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أُحُدٍ فَقَالَ إِنَّ أُحُدًا جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memandang gunung Uhud kemudian bersabda: “Sesungguhnya Uhud adalah bukit yang mencintai kita dan kita pun mencintainya.” (HR. Muslim No.2468, Shahih).

Tentang peristiwa Uhud ini, Allah menurunkan 60 ayat dalam al-Qur’an surah Ali Imran, diawali dengan firman-Nya,

وَإِذْ غَدَوْتَ مِنْ أَهْلِكَ تُبَوِّئُ ٱلْمُؤْمِنِينَ مَقَٰعِدَ لِلْقِتَالِ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Dan (ingatlah), ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Ali Imran: 121), hingga 60 ayat berikutnya. 

Sebuah riwayat menyatakan bahwa Rasulullah ﷺ sempat menunaikan salat dzuhur di sekitar Jabal Uhud tersebut pada hari pertempuran Uhud setelah pertempuran selesai. Bangunan aslinya telah dihancurkan dan tinggal beberapa bagian dari dinding timur, barat dan selatan saja, serta mihrab mujawwaf yang masih tampak. Bangunan itu kini dikelilingi dengan pagar teralis besi untuk menjaga kelestarianya.

Kemudian dibangunlah Masjid Jabal Uhud selepas musim haji tahun 2012 dan selesai pada tahun 2015 sebagai penanda bahwa di tempat ini pernah terjadi kejadian besar yaitu perang Uhud.

Masjid Sayyidush Shuhada atau disebut juga Masjid Jabal Uhud [Foto: Kemenag]

Kemudian pada 2017, Pemerintah Arab Saudi melakukan renovasi perluasan Masjid Jabal Uhud. Renovasi tersebut memperluas daya tampung Masjid yang bisa menampung 15.000 jemaah.

Masjid ini memiliki satu kubah dan dua menara. Perpaduan arsitektur tradisional dan modern, Masjid Sayyidush Shuhada seluas 54.000 meter persegi ini didaulat sebagai masjid terbesar di Kota Madinah setelah Masjid Nabawi.

[post-views]
Selaras