Madinah, mu4.co.id – Masjid Qiblatain, masjid yang dibangun oleh Sawad bin Ghanam bin Kaab pada tahun kedua hijriah ini merupakan masjid yang menjadi saksi sejarah perubahan arah kiblat.
Karena pada awalnya, kiblat shalat untuk semua nabi adalah Baitullah di Mekkah yang dibangun pada masa Nabi Adam AS, seperti yang tercantum dalam Al Quran Surah Ali Imran ayat 96: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia ialah Baitullah di Mekah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”
Sedangkan Al Quds (Baitul Maqdis) ditetapkan sebagai kiblat untuk sebagian dari para nabi dari bangsa Israel. Al Quds berada disebelah Utara. Adapun Baitullah di Mekah disebelah Selatan sehingga keduanya saling berhadapan.
Sehingga umat sesudahnya diperintahkan untuk menghadap ke arah kiblat di Masjidil Aqsa di Palestina. Tentang kiblat ini, Rasulullah ﷺ seringkali berharap agar Allah memindah arah kiblat kembali menuju ke Baitullah Ka’bah di Masjidil Haram Makkah, namun belum disetujui.
Baca juga: Masjid Quba, Masjid Pertama yang dibangun Rasulullah Atas Dasar Takwa
Perpindahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah terjadi sekitar 16–17 bulan setelah Rasulullah ﷺ hijrah dari Makkah ke Madinah.
Sewaktu umat Islam salat menghadap ke Baitul Maqdis, orang-orang Yahudi mengolok-olok sambil berkata, “Agama kita berbeda tapi kiblatnya sama, yaitu Baitul Maqdis.” Namun dengan perpindahan arah kiblat menuju Ka’bah, bagi kaum Yahudi perubahan ini merupakan pukulan telak. Karena ejekan mereka selama ini, ternyata terbantahkan.
Masjid Qiblatain terletak di Quba, di tepi jalan menuju kampus Universitas Madinah di dekat Istana Raja ke jurusan Wadi Al-Aqiq atau tepatnya di atas sebuah bukit kecil di utara Harrah Wabrah, Madinah. Masjid Qiblatain mula-mula dikenal dengan nama masjid Bani Salamah, karena masjid ini dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah. Masjid ini terletak sekitar 7 kilometer dari Masjib Nabawi di Madinah.
Dalam sejarahnya diawali dengan kedatangan Rasulullah ﷺ beserta beberapa sahabat ke Salamah untuk menenangkan Ummu Bishr binti al-Bara bin Ma’rur yang ditinggal mati keluarganya.
Baca juga: Mengenang Masjid Al Jum’ah, Tempat Rasulullah Melaksanakan Salat Jum’at untuk Pertama Kalinya
Ketika itu hari Senin tahun 2 Hijriyah. Ada perbedaan pendapat dari para ulama mengenai bulannya. Sebagian menyatakan terjadi di Bulan Sya’ban, dan ada yang mengatakan di Bulan Rajab. Ketika itu Rasulullah ﷺ shalat Dzuhur di Masjid Bani Salamah. Beliau ﷺ mengimami para jemaah. Dua rakaat pertama shalat Dzuhur masih menghadap Baitul Maqdis (Palestina), sampai akhirnya malaikat Jibril menyampaikan wahyu tentang perubahan arah kiblat. Wahyu itu turun ketika Rasulullah ﷺ baru saja menyelesaikan rakaat kedua.

Dalam Al-Quran Allah berfirman, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Allah dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 144).
Begitu menerima wahyu ini, di tengah salat Rasul ﷺ langsung berpindah 180 derajat, diikuti oleh semua jamaah seraya tetap melanjutkan shalat DZuhur dengan menghadap Masjidil Haram. Sejak saat itu, kiblat umat Islam berpindah dari Baitul Maqdis, Palestina (menghadap ke utara dari Madinah), menuju Masjidil Haram (menghadap arah selatan dari Madinah). Masjid Bani Salamah ini pun dikenal sebagai Masjid Qiblatain atau Masjid Dua Arah Kiblat.
Semula di dalam ruang induk Masjid Qiblatain terdapat dua arah mihrab, yaitu arah Makkah dan Palestina. Namun kemudian direnovasi oleh pemerintah Kerajaan Arab Saudi, dengan hanya memfokuskan satu mihrab yang menghadap Ka’bah di Makkah dan meminimalisir mihrab yang menghadap ke Yerusalem, Palestina. Tetapi sisa-sisa tanda arah kiblat yang lama ke Baitul Maqdis di Palestina tersebut dipasang di atas pintu masuk ruang masjid hingga kini.

Ruang mihrab masjid Qiblatain mengadopsi geometri ortogonal dan simetri yang ditandai dengan ciri khas menggunakan menara kembar dan kubah kembar. Kubah utama yang menunjukkan arah Kiblat yang menuju Ka’bah dan kubah kedua adalah penanda yang dijadikan sebagai pengingat sejarah saja. Ada garis silang kecil yang menunjukkan transisi perpindahan arah. Desain mihrabnya merupakan replika mihrab Sulaimani, seperti yang terdapat di ruang bawah kubah sakhrah (kubah batu) di Yerusalem untuk mengingatkan kepada mihrab Islam tertua yang masih ada disana.