Media Utama Terpercaya

17 Juni 2025, 17:00
Search

Masjid Al-Muhrim di Zulhulaifah, Tempat Miqat Jemaah. Berawal dari Perjanjian Hudaibiyah yang Dilanggar Kaum Quraisy

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
masjid al muhrim di zulhulaifah
Masjid Al-Muhrim di Zulhulaifah, Tempat Miqat Jemaah dari arah Madinah [Foto: arina.id]

Madinah, mu4.co.id – Ada sebuah masjid yang seringkali dikunjungi oleh jemaah yang sedang menunaikan ibadah haji dan umrah, yaitu masjid Al-Muhrim (Masjidnya orang yang ihram).

Mungkin nama ini asing di telinga sebagian orang. Namun ketika disebutkan nama lain dari masjid ini yakni Masjid Zulhulaifah atau Masjid Bir Ali, maka tentu semua jemaah akan mengangguk tanda setuju.

Ya, Zulhulaifah yang terletak di sebelah barat Wadi ‘Aqiq, di wilayah Abyar Ali adalah tempat dimana jemaah yang hendak menunaikan ibadah haji atau umrah memulai mengambil niat miqat makani atau batas tempat memulai berihram, terutama bagi jemaah yang berangkat dari arah Madinah ataupun melewati kota Madinah.

Zulhulaifah ini merupakan titik miqat yang paling terjauh dari Mekkah yaitu sekitar 450 km atau ditempuh selama kurang lebih 5-6 jam menggunakan mobil atau bus.

Sedangkan bila diukur dari Masjid Nabawi di Madinah, Masjid Zulhulaifah ini berjarak sekitar 11 kilometer dari Masjid Nabawi atau ditempuh sekitar 15 menit. 

Selain Zulhulaifah, kebanyakan jemaah dari Indonesia lebih mengenal masjid ini dengan sebutan Masjid Bir Ali. Disebut Bir berarti sumur atau Abyar (kata jamak dari bi’r yang berarti banyak sumur) Ali, karena sejarahnya zaman dahulu, Sahabat Rasul, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu menggali banyak sumur di tempat ini. Tetapi sekarang, bekas sumur-sumur itu sudah tidak tampak lagi, tertutup oleh perluasan bangunan masjid itu sendiri.

Namun penisbatan nama kepada Ali bin Abi Thalib menurut sebagian keterangan dianggap lemah. Keterangan yang lebih valid mengarahkan kepada Sultan Ali bin Dinar, seorang raja dari Darfur (wilayah barat Sudan) yang menunaikan ibadah haji tahun 1898/1315 H dan merasa prihatin dengan kondisi wilayah Zulhulaifah. Beliau lantas berinisitaif untuk merevitalisasi sumur-sumur yang ada di daerah tersebut agar dapat digunakan kaum Muslimin untuk membersihkan diri saat miqat dan memakai ihram ketika hendak umrah atau haji ke Makkah.

Baca juga: Masjid Masy’aril Haram di Muzdalifah, Tempat Ketika Rasulullah Pernah Salat Disini Saat Haji Wada’

Selain itu, ada sebutan lainnya yaitu Masjid as Syajarah (yang berarti pohon), karena masjid ini dibangun di tempat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam pernah berteduh di bawah sebuah pohon (sejenis akasia) saat menuju Mekkah untuk menunaikan haji atau umrah.

Selanjutnya, pada masa ke Khalifahan Umar, pohon akasia tersebut ditebang untuk menghindarkan kaum muslimin dari kesyirikan. Karena, diketahui ada beberapa orang muslim yang mengkultuskan dan mengagung-agungkan pohon akasia tersebut. Kini pohon itu sudah tidak ada lagi.

Menurut sejarahnya pada bulan Dzulqa’dah tahun ke-6 Hijriyah (628 M) dalam perjalanan Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersama sekitar 1.400 orang kaum muslimin yang hendak menunaikan ibadah umrah ke Makkah namun dihalangi kaum kafir Quraisy.

Kemudian dicetuskanlah Perjanjian Hudaibiyah yang isinya diantaranya yaitu bahwa umat Islam dan kaum kafir Quraisy di Mekkah sepakat untuk gencatan senjata selama 10 tahun, pada tahun tersebut, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan umat Islam diminta kembali ke Madinah tanpa melakukan umrah, barulah pada tahun berikutnya, umat Islam diizinkan untuk masuk ke Mekkah dan melakukan umrah selama tiga hari dengan syarat tidak membawa senjata.

Meskipun perjanjian tersebut terlihat lebih menguntungkan kaum Quraisy, namun Rasulullah dan kaum muslimin menyepakati isi perjanjian itu.

Sepulang dari perjanjian tersebut Rasulullah singgah di Zulhulaifah ini, di bawah sebuah pohon dan mengenakan Ihram. Hal yang sama terjadi ketika Nabi berangkat untuk Umrah Qadha dan juga pada Haji Wada’. Lalu pada masa Umar bin Abdul Aziz yang merupakan gubernur Madinah pada masa Bani Umayyah tahun 706-712 M (tahun 87-93 H) ditempat ini kemudian dibangun Masjid Zulhulaifah sebagai penanda.

Masjid al-Muhrim di Zulhulaifah yang megah dan luas [Foto: timesIndonesia]

Kilas balik ke sejarahnya, ternyata kenyataannya perjanjian Hudaibiyah ini dilanggar oleh Kaum Quraisy, khususnya oleh Bani Bakr yang merupakan sekutu mereka, ketika mereka menyerang dan membantai Bani Khuza’ah, yang telah bersekutu dengan umat Islam. Serangan dan pembantaian ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Hudaibiyah, yang seharusnya menjamin perdamaian antara kedua belah pihak.

Akibat pelanggaran ini, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam mempersiapkan pasukan untuk menyerang Mekkah sebagai balasan atas pelanggaran perjanjian.

Sehingga pada tahun ke-9 Hijriah Nabi memaklumatkan Fathu Makkah tahun ke-10 Hijriah.

Baca juga: Masjid Al-Ghamamah, Dulunya Tanah Lapang Tempat Pertama Kali Rasulullah Salat Idul Fitri dan Istisqa’

Pada tahun inilah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam menetapkan Zulhulaifah sebagai miqat haji atau umrah bagi para penduduk Madinah, termasuk orang-orang yang datang dari arah kota tersebut.

Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhu, ia berkata,

إِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَقَّتَ لأَهْلِ الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ ، وَلأَهْلِ الشَّأْمِ الْجُحْفَةَ ، وَلأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنَ الْمَنَازِلِ ، وَلأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ ، هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ ، مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ، وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ ، حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ

“Nabi Shallallahu alaihi wasallam menetapkan miqat untuk penduduk Madinah di Zulhulaifah, penduduk Syam di Juhfah, penduduk Nejad di Qarnul Manazil, dan penduduk Yaman di Yalamlam.”

Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda “Miqat-miqat tersebut sudah ditentukan bagi penduduk masing-masing kota tersebut dan juga bagi orang lain yang hendak melewati kota-kota tadi padahal dia bukan penduduknya namun ia ingin menunaikan ibadah haji atau umrah. Barangsiapa yang kondisinya dalam daerah miqat tersebut, maka miqat-nya dari mana pun dia memulainya. Sehingga penduduk Makkah, miqat-nya juga dari Makkah.” (HR. Bukhari no. 1524 dan Muslim no. 1181, Shahih).

Arsitektur Masjid Bir Ali berbentuk segi empat menyerupai sebuah benteng. Bangunan utama masjid berada di tengah-tengah dikelilingi dengan koridor panjang.

masjid al muhrim di zulhulaifah
Arsitektur Masjid al Muhrim di Zulhulaifah dengan koridor yang luas [Foto: Kemenag]

Koridor ini dihiasi dengan arcade yang di bagian sisi dalamnya berwarna kemerah-merahan, sedangkan di tembok luar bangunannya lebih banyak didominasi oleh warna krem.

Kini luas masjid ini mencapai 6.000 meter persegi dan dapat menampung 5.000 jemaah sekaligus, dilengkapi sekitar 500 toilet, kamar ganti kain ihram, tempat wudhu dan taman dengan pohon-pohon kurma.

Di Masjid Miqat ini, jemaah haji dan umrah melaksanakan salat sunah 2 rakaat, kemudian berniat ihram lalu melanjutkan perjalanan menuju Makkah.

[post-views]
Selaras