Media Berkemajuan

27 Juli 2024, 10:29

Ini Alasan Dewan Pers Dengan Tegas Tolak Revisi UU Penyiaran!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, beserta jajaran dan konstituen dalam konferensi pers terkait RUU Penyiaran di Kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa, 14 Mei 2024. [Foto: Tempo]

Jakarta, mu4.co.id – Dewan Pers menegaskan penolakannya terhadap Revisi RUU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sedang disusun oleh DPR RI.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menjelaskan bahwa penolakan  revisi tersebut disebabkan oleh keberadaan pasal yang melarang media dalam menyiarkan hasil liputan investigasi.

“Kenapa kemudian kita menolak ini yang pertama adalah ada pasal yang memberikan larangan pada media investigatif,” jelasnya dalam konferensi pers di Kantor Dewan Pers Jakarta Pusat, dikutip dari Kompas, Rabu (15/5).

Dia mengatakan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang tidak mengenal sensor dan pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas. 

Pelarangan siaran investigasi dianggap sebagai bentuk pembatasan terhadap karya jurnalistik yang profesional. Ninik juga mengungkap bahwa alasan kedua penolakan Dewan Pers terhadap RUU Penyiaran ini adalah karena RUU tersebut mencampuri kewenangan penyelesaian sengketa pers dari Dewan Pers.

Baca Juga: Peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia 2024, Simak Maknanya!

“Penyelesaian (sengketa pers) itu justru akan dilakukan oleh lembaga yang sebenarnya tidak punya mandat penyelesaian etik terhadap karya jurnalistik,” kata Ninik.

Diketahui, mandat sengketa pers memang diatur di Dewan Pers dan dituangkan dalam UU Pers.

“Kenapa dalam draf ini penyelesaian sengketa terkait dengan jurnalistik justru diserahkan kepada penyiaran? Ya ini betul-betul akan menyebabkan cara-cara penyelesaian yang tidak sesuai dengan norma undang-undang yang ada, itu kira-kira catatan kami,” ucapnya.

Sebelumnya dikabarkan bahwa dalam draf RUU Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024, penayangan eksklusif jurnalistik investigasi termasuk di antara isi siaran dan konten yang dilarang. 

Selain itu, ada 10 isi siaran dan konten lain yang dilarang karena dianggap tidak sesuai dengan Standar Isi Siaran (SIS), sebagaimana yang diatur dalam Pasal 50B ayat (2). Antara lain, larangan terhadap penayangan isi dan konten siaran yang mengandung unsur mistik, pengobatan supranatural, serta rekayasa negatif informasi dan hiburan melalui lembaga penyiaran atau platform digital.

Selanjutnya juga dilarang menyampaikan konten siaran yang bersifat subjektif mengenai kepentingan politik yang terkait dengan pemilik dan/atau pengelola lembaga penyiaran serta penyelenggara platform digital penyiaran.

Sumber: Kompas

[post-views]
Selaras