Media Berkemajuan

24 April 2025, 22:13
Search

Harga Minyak Dunia Jatuh Hingga 6%, Terburuk 3 Tahun Terakhir!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Harga minyak mentah dunia jatuh
Harga Minyak Dunia Jatuh Hingga 6% [Foto: Disway]

Jakarta, mu4.co.id – Harga minyak mentah dunia baik ke minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) maupun Brent jatuh hingga 6%, bahkan menjadi penurunan tertajam dalam tiga tahun terakhir sejak tahun 2022.

Pada perdagangan Jumat (04/04/2025) pukul 07.00 WIB misalnya, harga minyak mentah WTI kembali melemah 0,25% di level US$66,78 per barel. Berbeda dengan harga minyak mentah Brent yang justru menguat 0,27% di level US$70,05 per barel. Sementara pada perdagangan sebelumnya, harga minyak mentah WTI jatuh 6,64% di level US$66,95 per barel. Begitu juga dengan harga minyak mentah Brent yang terperosok 6,42% di level US$70,14 per barel.

Penurunan harga kedua minyak berjangka tersebut terjadi setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC +) menyetujui peningkatan produksi, untuk memajukan rencana mereka menaikkan produksi minyak guna mengembalikan 411.000 barel per hari ke pasar pada bulan Mei atau naik dari 135.000 barel per hari yang direncanakan sebelumnya, sehari setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif impor baru yang menyeluruh.

“Ekonomi dan permintaan minyak saling terkait erat. Pasar masih mencerna tarif, tetapi kombinasi dari peningkatan produksi minyak dan prospek ekonomi global yang lebih lemah memberikan tekanan ke bawah pada harga minyak, berpotensi menandai babak baru di pasar yang bergejolak,” ujar Angie Gildea, pemimpin energi KPMG AS.

Baca juga: Harga BBM 1 Maret 2024 Naik, Ini Penyebabnya!

Sebelumnya, pada Rabu (02/04/2025), Trump mengumumkan tarif minimum 10% untuk sebagian besar barang yang diimpor ke AS, konsumen minyak terbesar di dunia, dengan bea yang jauh lebih tinggi untuk produk dari puluhan negara. Impor minyak, gas, dan produk olahan dibebaskan dari tarif baru.

Para pelaku pasar dan analis sekarang memperkirakan lebih banyak volatilitas harga dalam waktu dekat, mengingat tarif dapat berubah karena negara-negara mencoba menegosiasikan tarif yang lebih rendah atau mengenakan pungutan balasan.

“Tindakan balasan sudah dekat dan dilihat dari reaksi pasar awal, resesi dan stagflasi telah menjadi kemungkinan yang mengerikan. Karena tarif pada akhirnya dibayarkan oleh konsumen dan bisnis dalam negeri, biayanya pasti akan meningkat, yang menghambat peningkatan kekayaan ekonomi,” menurut analis PVM Tamas Varga.
(cnbcindonesia.com)

[post-views]
Selaras