Edisi Khusus H-15 Idul Adha 1446 H
Banjarmasin, mu4.co.id – Berkurban adalah kemuliaan yang diajarkan dalam Islam untuk meneladani Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Namun bagaimana jika membeli hewan kurban tersebut dengan uang pinjaman, alias berutang?
Dilansir dari muhammadiyah.or.id, para ulama terbagi menjadi dua pendapat dalam hal hukum kurban.
1. Wajib
Para ulama yang menyatakan wajib bagi orang yang mampu yaitu Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Syaikhul-Islam Ibn Taimiyah dan Syaikh Ibn ‘Utsaimin rahimahumullah.
Ibn Taimiyah mengatakan: “Bahwa orang yang mampu berkurban tapi tidak melaksanakannya maka ia berdosa”. Syaikh ‘Utsaimin mengatakan: “Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib akan tetapi hal itu hanya wajib bagi yang mampu.” (Syaikh ‘Utsaimin, Syarhul–Mumti’, Juz VII hlm. 422). Di antara dalilnya adalah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ وَجَدَ سَعَةً وَلَمْ يُضَحّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا [رواه احمد]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang memiliki kelapangan tetapi ia tidak berkurban, maka jangan sekali-kali ia mendekati tempat salat kami” [HR. Ahmad].
2. Sunnah Mu’akkadah (Ditekankan)
Para ulama yang menyatakan Sunnah Mu’akkadah ini adalah pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama), yaitu Malik, Ahmad, Ibn Hazm dan lain-lain.
Ibn Hazm berkata: “Tidak ada riwayat yang sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa kurban itu wajib” [asy-Syaukani, Nailul-Authar, Juz VI hlm. 117]. Dalam sebuah riwayat dikatakan:
عَنْ أَبِي بَكْر وَعُمَر أَنَّهُمَا كَانَا لَايُضَحِيَانِ عَنْ أَهْلِهِمَا مُخَافَةً أَنْ يَرَى ذَلِكَ وَاجِباً .
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar bahwasanya mereka berdua tidak berkurban karena merasa khawatir kalau masyarakat memandang bahwa kurban itu wajib” [as-Sayid Sabiq, Fiqhus-Sunnah, Juz III hlm. 189].
Pendapat di atas menunjukkan bahwa orang yang mempunyai kelapangan (mampu berkurban) sangat dianjurkan untuk melaksanakan kurban, bahkan menjadi sesuatu yang tidak disukai apabila orang yang mampu untuk berkurban tetapi tidak melaksanakannya. Sebaliknya, orang yang tidak mempunyai kelapangan (tidak mampu berkurban), maka tidak ada anjuran baginya untuk melaksanakan kurban.
Baca juga: Bagaimana Hukum Membagi Daging Qurban Kepada Non-Muslim?
Terlepas dari urusan hukum berkurban, para ulama berbeda pendapat dalam pinjam uang untuk berqurban. Dilansir dari rumahfiqih.com sebagian ulama ada yang membolehkan, namun sebagian lain ada yang tidak membolehkan.
1. Membolehkan
Di antara pihak yang membolehkan berqurban dengan uang hasil utang adalah Imam Abu Hatim sebagaimana dinukil oleh Ibn Katsir dari Sufyan At Tsauri rahimahullah. “Dulu Abu Hatim pernah berutang untuk membeli unta qurban. Beliau ditanya: “Apakah kamu berutang untuk membeli unta qurban?” beliau jawab: “Saya mendengar Allah berfirman:
لَكُمْ فِيهَا خَيْر
Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya (unta-unta qurban tersebut). (QS. Al Hajj: 36)
Jadi apabila tidak merepotkan dalam urusan membayar uang penggantian utang, dan juga tidak mengandung riba, maka berutang untuk berqurban pada dasarnya dibolehkan, setidaknya menurut pendapat ini.
2. Tidak Membolehkan
Sebagian ulama lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan utang dari pada berqurban. Artinya, tidak dianjurkan berutang demi sekedar melaksanakan penyembelihan hewan qurban yang hukumnya sunnah.
Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan, “Jika orang punya utang maka selayaknya mendahulukan pelunasan utangnya daripada berqurban.”
Sikap ulama yang menyarankan untuk berutang ketika berqurban adalah untuk orang yang keadaanya mudah dalam melunasi utang atau untuk utang yang jatuh temponya masih panjang. Sedangkan anjuran sebagian ulama untuk mendahulukan pelunasan utang daripada qurban adalah untuk orang yang kesulitan melunasi utang atau pemiliknya meminta agar segera dilunasi.
Baca juga: Bagaimana Hukum Daging Kurban yang Dikemas dan Dibagikan Nanti? Simak Penjelasannya!
Jadi, apabila seseorang berutang untuk membeli hewan kurban pada dasarnya tidak perlu dilakukan, karena dia tidak termasuk orang yang memiliki kelapangan. Apalagi jika orang tersebut berutang karena memaksakan diri yang sebenarnya orang tersebut tidak mampu untuk berkurban, sehingga mengalami kesulitan membayar utangnya.
Namun berbeda dengan seseorang yang memperoleh dana talangan kurban terlebih dahulu dengan syarat dana talangan tersebut dapat dikembalikan, seperti apabila orang tersebut adalah seorang pegawai yang mempunyai gaji tetap yang lebih atau orang yang mempunyai simpanan tapi belum jatuh tempo atau orang yang mempunyai hasil kebun yang menjanjikan.
Orang tersebut dapat segera mengganti dana talangan kurban yang diperolehnya setelah mendapatkan gajinya atau setelah simpanannya jatuh tempo atau setelah kebunnya menuai hasil.
Oleh sebab itu, apabila seseorang ingin melaksanakan ibadah kurban, sementara ia tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli hewan kurban secara seketika pada waktu ibadah kurban tiba, sebaiknya ia berusaha untuk menabung, sehingga dana kurban akan terasa lebih ringan, Wallahu a’lam bishshawab.