Media Utama Terpercaya

16 Juli 2025, 21:43
Search

Bolehkah Kurban Secara Online? Simak Penjelasannya!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Kurban online
Ilustrasi kurban online [Foto: Lazismu Pusat]

Edisi Khusus H-14 Idul Adha 1446 H

Banjarmasin, mu4.co.id – Kurban merupakan ibadah sunnah yang dicintai Allah. Namun seiring perkembangan zaman, terdapat beberapa masalah yang muncul mengenai pelaksanaan ibadah kurban, seperti berkurban secara online.

Adapun yang dimaksud kurban secara online adalah mentransfer uang sejumlah harga binatang kurban kepada lembaga sosial, lalu lembaga tersebut membelikan dan menyembelih hewan kurban pada waktunya dan membagikannya.

Dilansir dari suaraaisyiyah.id, Jumat (23/05/2025), Ustaz Fuadz Zain menyampaikan beberapa persoalan kurban yang terjadi di era kontemporer, salah satunya yaitu mengenai kurban secara online. Menurut Zein, berkurban secara online memiliki kemaslahatan, yaitu kemudahan dalam penyaluran hewan kurban dan bisa menjangkau lebih luas ke berbagai daerah di mana banyak masyarakat kurang mampu.

“Karena itu, berkurban secara online dengan model seperti itu dibolehkan dan sah,” sebutnya.

Sementara itu dilansir dan pwmjateng.com, berkaitan dengan hal tersebut, layanan kurban online atau digital sebenarnya adalah bentuk dari wakalah (perwakilan), yang hukumnya dibolehkan dalam Islam.

Baca juga: Bolehkah Membeli Hewan Kurban Dengan Uang Hasil Berutang?

Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ menjelaskan bahwa wakalah dalam penyembelihan hewan kurban adalah sah, selama orang yang diberi mandat dapat dipercaya dan memenuhi syarat-syarat syar’i dalam penyembelihan. Namun, dalam konteks digital, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan:

  1. Transparansi dan Kejelasan Akad. Pengguna aplikasi harus memahami akad yang dilakukan. Apakah akad jual beli hewan, wakalah penyembelihan, atau termasuk jasa distribusi? Ketidakjelasan akad dapat menimbulkan keraguan.
  2. Keamanan dan Kredibilitas Lembaga. Kurban adalah ibadah yang memerlukan amanah. Jika lembaga atau aplikasi yang digunakan tidak kredibel atau tidak memiliki laporan yang transparan, maka bisa mencederai esensi ibadah kurban itu sendiri.
  3. Niat dan Keikhlasan. Niat tetap menjadi aspek utama dalam ibadah. Sebagaimana hadis Nabi SAW:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Meski kurban dilakukan secara digital, selama niatnya ikhlas dan mekanismenya sesuai syariat, maka nilai ibadah tetap bisa diraih.

Namun meskipun digitalisasi memudahkan pelaksanaan ibadah, umat Islam perlu memperhatikan etika keislaman dalam menggunakannya. Jangan sampai kemudahan digital membuat umat bersikap instan dan tidak memahami makna dari ibadah kurban itu sendiri.

Kurban bukan sekadar proses transfer uang, melainkan bentuk ketundukan kepada Allah SWT, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Allah SWT berfirman:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37)

Artinya, yang paling utama dalam kurban bukanlah aspek fisik dari hewan, melainkan ketakwaan, pengorbanan, dan kepedulian sosial.

Jadi, kurban online diperbolehkan dalam Islam selama memenuhi syarat-syarat syariat, termasuk kejelasan akad, kredibilitas penyedia layanan, dan niat yang ikhlas. Namun, umat Islam tidak boleh terjebak dalam formalitas digital tanpa memahami ruh ibadah. Teknologi adalah alat, bukan tujuan. Etika keislaman tetap menjadi dasar dalam setiap bentuk ibadah, termasuk kurban digital.

Digitalisasi ibadah seharusnya mendekatkan manusia kepada Allah SWT, bukan menjauhkannya. Maka, mari jadikan kemajuan teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas ibadah, bukan sekadar mengikuti tren tanpa makna.

[post-views]
Selaras