Jakarta, mu4.co.id – Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Danantara dan Kementerian BUMN, mengkritik kebijakan pajak yang menyasar sektor-sektor usaha masyarakat. Ia menyesalkan kabar bahwa uang amplop dari hajatan juga akan dikenakan pajak.
Menurutnya, hal ini muncul karena pemerintah kehilangan pemasukan akibat pengalihan dividen BUMN ke Danantara, sehingga mencari sumber pajak baru.
“Pengalihan dividen Danantara sangat jelas, negara hari ini kehilangan pemasukannya. Nah Kementerian Keuangan hari ini harus memutar otak bagaimana harus menambal defisit. Bahwa rakyat kita hari ini mereka jualan online di Shopee, di TikTok, di Tokped dipajaki. Bagaimana mereka para influencer kita, para pekerja digital kita semua sekarang dipajaki, Bahkan kami dengar dalam waktu dekat orang yang mendapat amplop di kondangan dan di hajatan akan dimintai pajak oleh pemerintah,” ujarnya saat itu.
Baca Juga: Selain Pedagang Online, Bos DJP Juga Incar Pajak dari 3 Sumber Ini!
Kebijakan terkait pajak atas amplop kondangan pun ramai dikritik oleh netizen di berbagai platform media sosial. Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membantah kabar tersebut.
“Kami perlu meluruskan bahwa tidak ada kebijakan baru dari DJP maupun pemerintah yang secara khusus akan memungut pajak dari amplop hajatan atau kondangan, baik yang diterima secara langsung maupun melalui transfer digital,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, dikutip dari detik kalimantan, Jum’at (25/7).
“Pernyataan tersebut mungkin muncul karena adanya kesalahpahaman terhadap prinsip perpajakan yang berlaku secara umum,” lanjutnya.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan UU Pajak Penghasilan, tambahan ekonomi seperti hadiah atau pemberian uang bisa dikenai pajak. Namun, penerapannya tidak berlaku secara umum untuk semua situasi.
Baca Juga: Menkeu Berencana Kenakan Pajak Untuk Pedagang e-Commerce
“Jika pemberian tersebut bersifat pribadi, tidak rutin dan tidak terkait hubungan pekerjaan atau kegiatan usaha, maka tidak dikenakan pajak dan tidak menjadi prioritas pengawasan DJP,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan bahwa sistem perpajakan di Indonesia menggunakan prinsip self-assessment, di mana wajib pajak bertanggung jawab melaporkan sendiri penghasilannya melalui SPT Tahunan.
“DJP tidak melakukan pemungutan langsung di acara hajatan dan tidak memiliki rencana untuk itu,” ujar Rosmauli.
(Detik Kalimantan)