Jakarta, mu4.co.id – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mempertimbangkan penerapan verifikasi wajah dan sidik jari (biometrik) sebagai syarat aktivasi akun media sosial. Kebijakan ini ditujukan untuk mencegah kepemilikan akun ganda dan anonimitas berlebihan.
Sekjen Komdigi, Ismail, menjelaskan bahwa identifikasi digital yang kuat melalui digital ID berbasis biometrik dapat meningkatkan tanggung jawab pengguna terhadap aktivitasnya di media sosial.
“Dengan begitu, orang tetap menjadi dirinya ketika masuk ke ruang digital. Alat ini bisa mendorong tanggung jawab dan menekan penyalahgunaan,” ungkap Ismail dikutip dari Tempo, Senin (6/10).
Baca Juga: Ada 29 Negara yang Hapus Sistem Stempel Paspor dan Beralih ke Sistem Digital, Apa Saja?
Ismail menegaskan bahwa rencana penerapan verifikasi biometrik untuk akun media sosial masih dalam tahap pembahasan. Ia menyebut pemerintah tengah meninjau berbagai opsi agar kebijakan tersebut dapat diterapkan secara efektif.
Wacana pembatasan kepemilikan akun ini sebelumnya memicu perdebatan setelah anggota Komisi I DPR, Oleh Soleh, pada 15 Juli 2025 mengusulkan agar platform media sosial membatasi akun ganda yang sering disalahgunakan untuk tujuan merugikan publik.
Ia menilai, maraknya kemunculan buzzer terjadi karena belum ada pembatasan jumlah akun di media sosial.
“Bagaimana ini akibat buzzer, orang yang enggak qualified jadi terkenal, menjadi artis, menjadi wah, menjadi super dan dia malah mengalahkan orang yang qualified, kan juga sangat merusak,” ujar Oleh Soleh.
Baca Juga: Atasi Tindak Kejahatan, Kominfo Rancang Registrasi SIM Card Gunakan Data Biometrik
Namun, sejumlah pengamat menilai wacana tersebut keliru dan berpotensi membatasi kebebasan berekspresi.
Dewan Pengawas SAFEnet, Shita Laksmi, menilai kepemilikan banyak akun tidak selalu berdampak negatif karena sering digunakan untuk kebutuhan pribadi, bisnis, atau pekerjaan.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa verifikasi menggunakan NIK dapat melanggar prinsip perlindungan data pribadi, sebagaimana pernah terjadi pada registrasi kartu SIM prabayar.
“Seharusnya hanya data yang benar-benar diperlukan yang boleh dikumpulkan,” tegas Shita.
(Tempo)