Jepang, mu4.co.id – Jepang dilanda gelombang kebangkrutan usaha dengan 1.009 perusahaan gulung tikar pada Mei 2024. Angka ini melebihi 1.000 untuk pertama kalinya dalam satu bulan, dalam lebih dari satu dekade. Secara tahunan, peningkatan 42,9% dibandingkan Mei 2023.
Perusahaan riset kredit swasta Tokyo Shoko Research melaporkan bahwa total utang perusahaan yang bangkrut pada bulan Mei mencapai 136,7 miliar yen atau sekitar Rp 14,2 triliun. Hal ini disebabkan oleh melemahnya yen dan biaya yang lebih tinggi serta dicabutnya stimulus pinjaman Covid-19.
Baca Juga: Pabrik Tekstil Besar di Semarang PHK 8.000 Karyawan. Ini Alasannya!
“Kebangkrutan meningkat dari tahun ke tahun di semua industri khususnya karena tingginya harga setelah pandemi Covid-19,” tulis lembaga itu dikutip dari CNBC, Kamis (13/6).
Jumlah kebangkrutan terkait virus corona mencapai 302 pada Mei, melebihi 300 untuk pertama kalinya dalam setahun. Sementara itu, tercatat 87 perusahaan bangkrut karena melemahnya yen mendorong peningkatan biaya impor, sehingga menekan keuntungan perusahaan kecil dan menengah.
Baca Juga: Pos Indonesia Bakal PHK Karyawannya, Ini Rencana Kedepan!
“Di antara kebangkrutan yang disebabkan oleh tingginya harga minyak, angka kebangkrutan yang paling tinggi terutama terjadi pada industri konstruksi dan manufaktur,” tambah Tokyo Shoko Research.
Tokyo Shoko Research memperkirakan Jepang kemungkinan besar akan mengalami gelombang kebangkrutan di masa depan. Sebab, biaya pasca Covid-19 terus meningkat.
“Sangat mungkin jumlah kebangkrutan akan terus meningkat,” papar perusahaan riset itu lagi.
(CNBC)