Jakarta, mu4.co.id – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka digugat oleh seorang warga sipil bernama Subhan Palal dengan nomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. Sidang perdana gugatan tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (08/09/2025).
Namun, sidang perdana itu diputuskan ditunda karena Subhan selaku penggugat menyatakan keberatan karena Gibran tidak hadir langsung, dan diwakili oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN).
Sebelumnya, Subhan menggugat Gibran karena riwayat pendidikan SMA-nya yang dinilainya tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu tahun 2024. “Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” ujarnya, Rabu (03/09/2025).
Salah satu petitum gugatan tersebut menyebutkan bahwa Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) patut untuk membayar uang ganti rugi sebesar Rp 125 triliun. “Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum.
Baca juga: Ikatan Wartawan Hukum Gugat UU Pers ke MK, Minta Jurnalis Dilindungi dari Kriminalisasi!
Berdasarkan informasi dari KPU, Gibran diketahui menamatkan pendidikan setara SMA di dua tempat, yaitu Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney, Australia pada tahun 2004-2007.
Namun Subhan menjelaskan, dua institusi itu tidak memenuhi syarat pendaftaran cawapres. Ia mengatakan, KPU tidak berwenang untuk menentukan apakah dua institusi luar negeri ini setara dengan SMA di dalam negeri. Ia juga menyebut, gugatannya ini merujuk pada definisi SLTA atau SMA yang disebutkan dalam UU Pemilu yang menurutnya merujuk pada sekolah di Indonesia.
“Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan di luar negeri,” katanya.
Lebih lanjut Subhan mengaku menggugat Gibran dan juga KPU atas niat sendiri, bukan dorongan orang lain. Dirinya menegaskan bahwa keputusannya menggugat Gibran murni karena ingin memperjelas hukum di Indonesia. Ia mengatakan, hal ini terbukti dari petitum gugatannya yang mengharuskan Gibran untuk membayarkan uang ganti rugi kepada negara, bukan kepada dirinya atau kelompok tertentu.
“Saya maju sendiri. Enggak ada yang sponsor,” pungkasnya.
(kumparan.com, kompas.com)













