Jakarta, mu4.co.id – Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat memproses permohonan uji materi UU Kementerian Negara terkait rangkap jabatan yang diajukan Juhaidy Rizaldy Roringkon karena pemohon telah meninggal dunia pada 22 Juni 2025.
MK menilai, syarat kerugian hak konstitusional tidak bisa dipertimbangkan lebih lanjut jika pemohon sudah wafat. Putusan ini dibacakan dalam sidang pada 17 Juli 2025.
“Mengingat syarat lain yang juga dipenuhi dapat diberikan kedudukan hukum oleh Pemohon adalah apabila permohonan dikabulkan maka anggapan hak konstitusional yang dialami Pemohon tidak lagi terjadi atau tidak lagi akan terjadi. Dengan demikian, karena Pemohon telah meninggal dunia maka seluruh syarat anggapan kerugian konstitusional yang didalilkan Pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukum yang bersifat kumulatif tidak terpenuhi oleh Pemohon,” jelas Saldi saat membacakan pertimbangan hukum, dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Kamis (24/7).
Baca Juga: Pakar Hukum Tegaskan MK Telah Larang Wamen Rangkap Jabatan Jadi Komisaris BUMN!
Sebelumnya, Juhaidy Rizaldy Roringkon (Pemohon) menguji konstitusionalitas Pasal 23 UU Kementerian Negara yang berbunyi, “Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.
Pemohon menilai bahwa pasal terkait bertentangan dengan sejumlah pasal dalam UUD 1945 karena tidak melarang wakil menteri merangkap jabatan. Ia merasa dirugikan karena praktik ini menjadi hal biasa dalam pemerintahan saat ini.
Rangkap jabatan dinilai berpotensi penyalahgunaan kekuasaan dan konflik kepentingan, meskipun hal tersebut bukan tindak pidana karena dapat mengganggu integritas pengambilan keputusan dan perlindungan kepentingan publik serta pemegang saham untuk konteks privat.
Baca Juga: Berikut Daftar 30 Wakil Menteri yang Merangkap Jadi Komisaris BUMN!
Pemohon mengutip Putusan MK No. 80/PUU-XVII/2019 yang menyatakan wakil menteri tidak boleh merangkap jabatan di BUMN atau swasta, karena kedudukannya setara dengan menteri yang tunduk pada Pasal 23 huruf b UU Kementerian Negara.
Berdasarkan itu, Pemohon meminta MK menyatakan frasa “Menteri” dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai sebagai “Menteri dan Wakil Menteri”. Sehingga Pasal 23 UU Kementerian Negara menjadi berbunyi: “Menteri dan Wakil Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.
(Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia)