Yogyakarta, mu4.co.id – Seperti kita ketahui K.H. Ahmad Dahlan, pendiri persyarikatan Muhammadiyah, terlahir dengan nama pemberian kedua orang tuanya : Muhammad Darwis. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar, seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, sedangkan ibunya adalah putri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.
Muhammad Darwis lahir di sebuah kampung bernama Kauman yang berada di Yogyakarta pada 1 Agustus 1868 atau 12 Rabi’ul Akhir 1285 H.
Muhammad Darwis adalah anak keempat dari tujuh bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dan termasuk keturunan kedua belas dari Mulana Malik Ibrahim yaitu adalah salah seorang terkemuka di antara para walisongo, pelopor penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Dimana nasab dari Syaikh Maulana Malik Ibrahim tersebut bersambung kepada nabi Muhammad ﷺ
Ketika memasuki usia ke 15 tahun, Muhammad Darwis pergi melaksanakan ibadah haji dan tinggal selama lima tahun di Mekkah. Pada periode lima tahun itulah, Muhammad Darwis mulai berinteraksi dengan para pemikir pembaharu dalam agama Islam, seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Al Afghani hingga Ibnu Taimiyah.
Kemudian di tahun 1888, usai pulang dari Mekkah, ia kemudian mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan. Lantas darimanakah inspirasi dipilihnya nama tersebut?
Terungkap inpirasi nama tersebut berasal dari seorang ulama besar dan Mufti di Makkah. Setelah lulus belajar agama dan mendapat ijazah dari Sayyid Bakri Syatta, Muhammad Darwis berganti nama menjadi Ahmad Dahlan, yang berasal dari nama tokoh terkemuka bernama Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
Salah seorang muridnya yang bernama Syekh Muhammad Yasin bin Isa Al-Fadaniy Al-Makkiy menyebutkan bahwa Sayyid Bakri Syatta adalah Ulama terkemuka di Makkah yang menjadi salah satu murid Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Mufti di Makkah.
Syekh Muhammad Yasin bin Isa Al-Fadaniy Al-Makkiy lewat-karya-karyanya dapat menjadi jalur transmisi keilmuan Islam Berkemajuan karena ia salah seorang murid dari Syekh Baqir bin Nur Al-Jokjawiy Al-Jawiy.
Syekh Baqir bin Nur Al-Jokjawiy Al-Jawiy merupakan salah satu di antara 26 ulama nusantara berpengaruh pada zamannya yang menetap dan mengajar di Makkah.
Kemudian di tahun 1903 Ahmad Dahlan naik haji ke Mekkah untuk kedua kalinya dan menetap selama dua tahun. KH Ahmad Dahlan atas jasa Syekh Baqir, bertemu dan berdialog dengan Syekh Rasyid Ridha. Pada masa ini, dia berguru pula kepada Syekh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari.
Dalam kitab Tasynif Al-Asma’ bi Syuyukh Al-Ijazah wa Al-Sima’ Jilid 1 nama Syekh Baqir bin Nur Al-Jokjawiy Al-Makkiy menempati urutan ke-3 sebagai ulama nusantara berpengaruh di Makkah. Murid-muridnya antara lain KH Zubair Dahlan, Syekh Muhammad Yasin bin Isa Al-Fadaniy, Kiai Mahfudz bin Abdussalam (ayah Kiai Sahal Mahfudz Pati), hingga Syekh Zainuddin Bawean.
Pada 18 November 1912, Ahmad Dahlan kemudian mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. Muhammadiyah didirikan untuk mencapai cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin melakukan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Dan mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Al- Qur’an dan Hadits.
Meski berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Namun beliau bisa mengatasi semua rintangan tersebut dan berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air. Terbukti sudah lebih dari 1 abad perjalanan persyarikatan Muhammadiyah tetap eksis dan telah banyak memberikan pencerahan serta pembaruan Islam yang berkemajuan sehingga dapat diterima oleh khalayak.
[referensi: Profil KH Ahmad Dahlan, gramedia.com / id.wikipedia.org]