Media Berkemajuan

20 September 2024, 02:54

Tiga Orang Advokat Gugat UU Pilkada, Minta Adakan Kotak Kosong di Kertas Suara Pilkada

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
UU Pilkada
Ilustrasi Kotak Kosong di Kertas Suara Pilkada [Foto: bbc.com]

Jakarta, mu4.co.id – Tiga orang advokat menggugat UU Pilkada dan meminta agar kertas suara Pilkada di seluruh daerah menyediakan opsi kotak kosong di semua daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2024, tidak terkecuali pada daerah dengan calon tunggal, pada pencoblosan pada 27 November 2024 mendatang.

Permintaan tersebut masuk dalam permohonan uji materi atas Undang-Undang (UU) Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (06/09/2024). “Menyatakan pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap sepanjang tidak dimaknai: surat suara sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf b memuat foto, nama, dan nomor urut calon, dan kolom kosong sebagai wujud pelaksanaan suara kosong,” bunyi dari salinan permohonan di laman resmi MK, Ahad (08/09/2024).

Selain itu, ketiga pemohon tersebut yaitu Heriyanto, Ramdansyah, dan Raziv Barokah juga meminta agar MK merevisi Pasal 85 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2015 dan Pasal 94 UU Nomor 8 Tahun 2015, agar mempersilakan pemilih untuk mencoblos kolom kotak kosong di surat suara, serta menghitungnya sebagai suara sah. Gugatan itupun telah tercatat dalam sistem pengajuan permohonan pengujian UU milik MK dengan nomor registrasi 120/PUU/PAN.MK/AP3/09/2024.

Baca juga: [Breaking News] Revisi UU Pilkada Batal, Pilkada Akan Tetap Mengacu Putusan MK!

Mereka menjelaskan hal tersebut dilakukan agar menjadi opsi pilihan bagi warga ketika tak sepakat dengan pasangan kandidat yang tersedia. Selain itu juga sebagai bentuk protes terhadap kandidat Pilkada serentak 2024 yang dipilih partai politik.

Sebab, mereka melihat banyak partai politik justru mencalonkan kandidat kepala daerah, bukan menjadi harapan warga atau berdasarkan aspirasi masyarakat, dan partai politik justru mengusung pasangan calon yang sama sekali tak pernah dibayangkan atau bahkan tak dikenal oleh warga di suatu daerah.

“Partai politik gagal menangkap kehendak rakyat tersebut untuk ditaruh dalam surat suara, dipertarungkan agar rakyat benar-benar bertarung memilih untuk orang-orang yang ingin dia kehendaki,” ujar Raziv, salah satu penggugat.

“Apa sebetulnya yang diinginkan oleh partai politik ini? Apakah mereka benar-benar dibentuk untuk mewujudkan kepentingan masyarakat, kepentingan bangsa, kepentingan negara? Ternyata tidak. Dan terbukti dengan bagaimana cara mereka memilih kandidat dalam pemilu,”sambungnya.

(kompas.com)

[post-views]
Selaras