Berlin, mu4.co.id – Jerman memberikan pendidikan tinggi secara gratis di hampir semua universitas negeri untuk program sarjana, tidak hanya untuk warga negaranya, tetapi juga bagi mahasiswa internasional, yang berlaku sejak tahun 2014.
Hindustan Times melaporkan Selasa (14/4/2015), bahwa para mahasiswa hanya diwajibkan membayar biaya semester sekitar 100 euro hingga 350 euro (sekitar Rp 1,9 juta hingga Rp 6,6 juta), yang mencakup fasilitas kampus.
Langkah itupun menjadikan Jerman sebagai tujuan favorit bagi mahasiswa internasional dari berbagai negara yang ingin memperoleh pendidikan berkualitas tinggi tanpa tekanan biaya di saat negara-negara berbahasa Inggris seperti Inggris dan Amerika Serikat memberlakukan biaya kuliah yang mahal.
Baca juga: Jadi Komunitas Agama Terbesar Kedua, Muslim di Jerman Capai 5,5 Juta Orang!
Diketahui selain alasan sosial, Jerman memberikan biaya kuliah gratis karena adanya pertimbangan ekonomi di balik kebijakan tersebut. Di mana Jerman kini menghadapi tantangan demografis serius, yakni populasi menua dan kebutuhan tenaga kerja muda cukup tinggi. Menurut laporan BBC Kamis (13/09/2015), proporsi anak muda yang berkuliah di Jerman juga jauh lebih kecil dibandingkan Inggris, yakni sekitar 27 persen.
Sekretaris Sains Berlin, Steffen Krach, mengatakan dengan memberikan akses pendidikan tinggi secara gratis, Jerman tidak hanya mendidik generasi muda lokal, tetapi juga membuka peluang bagi mahasiswa internasional untuk tinggal dan bekerja di Jerman setelah lulus.
“Menjadi hal yang menarik bagi kami ketika pengetahuan dan keterampilan datang kepada kami dari negara lain dan menghasilkan mahasiswa-mahasiswa yang memiliki ide bisnis untuk membuat perusahaan rintisan mereka di Berlin,” kata
Karena itulah lulusan internasional bahkan diberikan visa kerja 18 bulan setelah lulus agar mereka bisa menetap dan berkontribusi di Jerman. Dan hasilnya, survei dari Layanan Pertukaran Akademik Jerman (DAAD) mengatakan, sekitar 50 persen mahasiswa internasional berencana menetap di Jerman setelah menyelesaikan studi mereka, dengan 30 persen di antaranya ingin tinggal secara permanen.
(kompas.com)