Banjarmasin, mu4.co.id – Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “musafir” diartikan sebagai “orang yang bepergian meninggalkan negerinya (selama tiga hari atau lebih); pengembara.” Sedangkan dalam pandangan hukum Islam, musafir merupakan orang yang meninggalkan tempat tinggalnya dalam jarak tertentu dan berniat tinggal di tempat yang dituju dalam waktu tertentu.
Pada Podcast Ruang Qolbu (2/9/2022), seseorang mengajukan pertanyaan terkait shalat sunnah apa saja yang boleh dikerjakan seorang musafir, “Ustaz kalau kita musafir untuk mengerjakan shalat sunnah, shalat sunnah apa saja yang boleh dilakukan? Mohon penjelasannya.”
Ustaz H. Riza Rahman, LC mengatakan, seorang musafir boleh mengerjakan ibadah shalat sunnah apapun kecuali empat shalat sunnah rawatib yang terlarang, yakni qabliyah dzuhur, ba’diyah dzuhur, ba’diyah subuh, ba’diyah maghrib, dan ba’diyah isya. Selebihnya tetap disyaratkan sebagaimana dia mukmin seperti qabliyah subuh, shalat tahajud, shalat syuruq ataupun isyraq, shalat dhuha, tahiyatul masjid, bahkan shalat sunnah mutlak pun boleh dilakukan.
Sebagaimana penuturan seorang Abdullah Ibnu Abbas, “Kalau lah seandainya shalat sunnah rawatib, itu disyariatkan selain shalat qabliyah subuh dua rakaat maka sungguh, kata Abdullah Ibnu Abbas menyempurnakan yang wajib itu lebih baik daripada mengerjakan yang sunnah.”
Maksudnya adalah shalat dzuhur itu 4 rakaat, sedangkan musafir akan meringkas shalat menjadi 2 rakaat. Kalau yang wajib 4 rakaat saja diringkas menjadi 2 rakaat, kenapa kita harus mengerjakan qabliyah dzuhur? Lebih baik kita menyempurnakan yang wajib saja daripada mengerjakan yang sunnah. Inilah syariat yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Jadi seorang musafir hanya meninggalkan qabliyah dzuhur, ba’diyah dzuhur, ba’diyah maghrib dan ba’diyah isya sementara shalat sunnah yang lain tetap berlaku untuk musafir. Wallahualam Bissawab.
Editor: Alfina Amalia