Hujan semakin deras ketika saya tiba di ujung aspal daerah Loksado atas.
“Jalan aspal sudah habis, kita naik ke atas pakai motor dengan saya, dok,” ucap Thoriq yang merupakan ketua IPM Hulu Sungai Tengah yang mendapat tugas menjemput kawan-kawan yang tiba di ujung jalan Loksado dan diantar menuju desa Kamawakan, Loksado, Hulu Sungai Tengah.
Pada hari Ahad, 25 Desember 2022 saya bersama Rezky Febrianor (Wakil Ketua Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan) dan Syaifullah (Pegawai RS Islam Banjarmasin) bertolak dari Banjarmasin menuju desa Kamawakan dalam rangka acara Refleksi Akhir Tahun Pemuda Muhammadiyah Kalimantan Selatan dan Bakti Sosial di desa yang kami jadikan bina mualaf Kalimantan Selatan.
Waktu menunjukkan pukul 15:00 WITA saat memulai perjalanan dimana hampir sepanjang perjalanan ditemani hujan dengan kadang-kadang diselingi angin lebat. Perjalanan yang diperkirakan sampai pukul 19:00 di Loksado menjadi terlambat 1 jam karena jalan licin sehingga kami lebih berhati-hati. Sesampai di Loksado, kami bertemu dengan rombongan Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Tanah Bumbu sebanyak 9 orang yang langsung dipimpin oleh Sdr. Lukman yang merupakan ketua PDPM Tanah Bumbu.
“dr. Meldy kami antar duluan ke atas (desa Kamawakan, red) agar bisa langsung silaturahmi dengan warga yang sudah kumpul di sana,” ucap tim Penjemput total sebanyak 5 orang lengkap dengan motor trail yang memang dipersiapkan agar dapat melewati tanjakan curam saat naik ke atas.
“Untuk mobil Lazismu Tanah Bumbu, bisa naik ke atas. Asal pelan dan hati-hati. Nanti kami yang akan memandu setelah kami mengantar dr. Meldy ke atas,” ucap mereka lagi.
Setelah memakai jas hujan yang sudah dipersiapkan, maka saya pun naik motor Yamaha CB150X yang dikendarai oleh Thoriq dan langsung menerobos pegunungan meratus yang penuh tanjakan dengan jalan semen yang sudah banyak berlobang. Walaupun pandangan sedikit terhalang air hujan yang turun dan suasana gelap, saya masih bisa melihat bahwa di kanan jalan ternyata jurang yang sangat dalam, sehingga salah langkah sedikit saja maka nyawa taruhannya!
Perjalanan kurang lebih 30 menit dengan ditemani hentakan motor yang menerobos jalan yang tidak mulus menyebabkan pinggang terasa nyeri dan kesemutan, namun hal tersebut dihiraukan dengan semangat membersamai dakwah bersama kawan-kawan yang telah berada duluan di sana sejak siang untuk mempersiapkan segala sesuatunya.
Sesampai di desa Kamawakan, saya disambut oleh kawan-kawan yang sudah lebih dulu di sana seperti Mim Fadhli Rabbi (Wakil Ketua Bidang Dakwah dan Pengkajian Agama), Hendra Permana (Wakil Ketua Bidang Seni Budaya dan Olah Raga), Roni Sanjaya (Ketua PDPM Hulu Sungai Selatan), Masjuandi (Ketua PDPM Tapin), Rahmatullah (Ketua PDPM Hulu Sungai Tengah), Erie Norrahman (Anggota Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan), Doddy Yurnizal (Lazismu Pusat), Ustadz I’im yang merupakan da’i yang ditugaskan berdakwah di desa tersebut, kawan-kawan Pemuda Muhammadiyah se-Kalsel yang berhadir, pengurus masjid dan warga mualaf yang sudah berkumpul.
“Celananya ganti sarung dulu ketua,” ucap Erie ketika melihat celana saya basah kuyup. Dengan dipinjami sarung oleh Ustadz I’im, saya langsung menunaikan shalat Maghrib dan Isya di masjid tersebut dilanjutkan dengan bincang-bincang dengan kawan-kawan dan warga Kamawakan yang sudah berkumpul. Saat itu sedang dilaksanakan kegiatan bekam sunnah yang dilaksanakan oleh Masjuandi (Ustadz Andi) ditemani oleh Ketua PDPM HST Rahmatullah.
“Apakah berbayar?” tanya saya kepada Ustadz Andi saat melaksanakan kegiatan tersebut. “Insya Allah dibalas oleh Allah SWT,” ucap beliau. Suatu jawaban yang luar biasa dari seorang kader yang ikhlas berjuang untuk kemajuan persyarikatan.
Salah satu poin penting yang saya dapatkan saat berdiskusi dengan warga adalah ketiadaan petugas kesehatan di desa tersebut sehingga akses kesehatan tidak berjalan dengan baik. Desa Kamawakan sementara ini tidak ada bidan desa yang standby sehingga kalau adalah masalah kesehatan ibu anak maka harus turun ke bawah (Loksado) mendatangi petugas di sana yang ada. Menurut pengakuan warga mereka sudah menyiapkan 1 rumah untuk bidan desa, hanya tinggal permasalahan instalasi listrik yang belum terpasang namun bisa ditanggulangi dengan menghubungkan listrik ke tetangga untuk sementara.
Selesai berbincang-bicang, saya bersama teman-teman menuju salah satu rumah warga yang dikabarkan lumpuh dan terdapat luka di belakang punggung. Kebetulan pasien tersebut juga seorang mualaf di rumah tersebut, namun orang tua dan saudaranya yang tinggal serumah masih beragama Kaharingan.
Ikuti bagaimana perjalanan saya di desa Kamawakan dan saat menjenguk salah seorang warga mualaf yang lumpuh disebabkan kejatuhan batu besar.
(Bersambung…)